Minggu, 19 Oktober 2008

Sebelum Hilang dari Ingatan...(3)

Sebuah perubahan terjadi akibat kesadaran massa dan bukan dari kesadaran segelintir kelompok atau individu dalam perspektif Louis Althusser dan Tan Malaka. Mereka percaya dengan titik berangkat dari kesadaran orang banyak maka kehendak ekonomi dan politik massa akan terpenuhi.

Oleh Hendy Adhitya

Tapi hal itu tidak serta-merta bisa 100% diterapkan di FISIP. Kesadaran massa FISIP terhadap hal politik untuk saat ini adalah sesuatu yang jarang ”terlihat”.

Saya tahu banyak kawan-kawan FISIP yang memiliki ketertarikan yang menggebu-gebu bila berbicara soal politik makro dan mikro (politik kampus misalnya). Namun sayangnya perbincangan itu hanya terjadi di sela-sela waktu kuliah. Perbincangan tidak dilanjutkan pada alam tindakan. Hanya berhenti pada tingkatan wacana, wacana dan wacana. Begitu seterusnya.

Maka mereka –yang saya tahu tertarik dengan obrolan politik kampus- itu tersebar, tidak terkoordinasi, sporadis dan bergerak tidak ajeg/periodik. Belum ada saluran/media/badan yang mengkoordinasi, menampung kekritisan teman-teman terhadap dunia politik khususnya politik kampus.

Titik berangkatnya bukan dari massa seperti tesis Louis Althusser dan Tan Malaka. Massa hanya merupakan titik lanjutan setelah titik berangkat awal sebenarnya yaitu: Individu yang punya inisiatif mendobrak. Ya, sebenarnya saya mau mengajak individu-individu yang sering ngobrol politik kampus dan melempar kritik secara sporadis itu untuk berbuat lebih jauh di alam tindakan.

Inisiatif bergerak di alam tindakan (membentuk ”organisasi baru”) ini sebenarnya juga berangkat dari kekurangan organisasi induk yang ada. 
 
Kekurangan organisasi induk yang ada
Memang ada pers kampus, ada BEM, ada HMPS Komunikasi dan Sosiologi yang merupakan institusi legal. Tapi partisipan organ-organ tersebut masih berasal dari satu pihak, pihak komunikasi dan pihak sosiologi. Belum ada organ yang benar-benar, partisipannya merupakan gabungan dari kedua prodi tersebut dan gabungan berbagai sektor di FISIP (Lab Avi, Lab Sos, Lab Kom, RK).

Di FISIP ini juga belum ada organ yang 100% kepengurusannya benar-benar merupakan representasi pilihan mahasiswa FISIP. Selama ini, di institusi-institusi tersebut, mahasiswa FISIP hanya memilih Presiden/Ketua dan Wakil Presiden/Ketua organisasi seperti BEM dan HMPS (kecuali pers kampus, biasanya metode pemilihan pemimpin umum dan pemimpin redaksi dilakukan secara internal). 

Sementara pemilih tidak diikutsertakan dalam menentukan siapa saja anggota-anggota menteri atau divisi bawahannya. Singkat kata, orang-orang yang duduk dalam kepengurusan organ tersebut adalah orang-orang pilihan si pemegang kuasa terpilih (Presiden dan Wakil). Ini sah-sah saja karena dalam AD/ART atau peraturan lain yang berkait (baik lisan maupun tertulis) si pemegang kuasa diberi wewenang untuk itu.

Selain itu, sedikitnya anggota di organisasi induk yang ada mengakibatkan banyak aspirasi mahasiswa tidak tersalurkan. Ini saya kaitkan hanya dengan BEM yang mempunyai lingkup lebih luas di tingkat fakultas. Karena BEM mempunyai tugas lebih berat yaitu menjadi wadah aspirasi bagi ”rakyat komunikasi dan sosiologi” ketimbang HMPS yang hanya mengurusi ”rakyat” dari salah satu prodi. (Sebenarnya saya juga tidak menyetujui BEM kedudukan strukturalnya setara dengan HMPS Komunikasi dan HMPS Sosiologi karena dari lingkup kerja sudah beda tingkat)

Ini pernah dialami pada kepengurusan Jimmy dan saya. Urusan kemahasiswaan hanya diserahkan kepada satu orang. Akhirnya fungsi ini tidak berjalan baik karena orang yang diberi tugas tidak bisa 100% hadir di setiap kelas, angkatan, dan organisasi. Sebagai jalan alternatif –bagi saya ini juga kurang efektif- divisi publikasi kepengurusan BEM 2006-2008 mengeluarkan kotak pos aspirasi. 

Memang banyak yang mengisi, tapi si pengisi aspirasi terkadang tidak mencantumkan nama terang. Lalu ada aspirasi, keluhan, kritik, permohonan atau permasalahan yang bukan merupakan tugas BEM –seharusnya HMPS- ikut masuk ke kotak.

Karena tidak ada prosedur jelas dan minimnya anggota yang diserahi tugas, surat aspirasi itu banyak yang terbengkalai tak ditanggapi.  

Alasan berikut yang menjadikan perlu adanya ”organisasi baru” ini adalah belum jelasnya pembagian tugas BEM dan HMPS. Di kepengurusan Jimmy dan saya ini menjadi problem. Organisasi mana yang berhak menangani urusan akademis, non-akademis, ranah industri? Bagaimana jika salah satu organ malah mengambil tugas dobel atau mencaplok ketiganya?

Saya sempat kaget ketika HMPS Komunikasi kepengurusan 2007-2008 hanya menangani urusan ekstra-akademik yang mengarah ke ranah aplikasi teori atau ke wilayah ”industri”. Seperti mengadakan kegiatan Studi Perspektif dan eksibisi ComminFest. Tetapi tidak melirik urusan intra-akademik semacam masalah kebijakan, presensi, pelanggaran mahasiswa atau dosen, kurikulum, evaluasi mahasiswa dan dosen, serta penggunaan fasilitas lab di prodi komunikasi. Setali tiga uang dengan HMPS Sosiologi (teman-teman di komunikasi banyak yang tidak mengetahui kegiatan HMPS Sosiologi, mungkin statement ini juga bisa dilempar balik ke teman-teman BEM).

Sedangkan BEM kepengurusan 2006-2008 hanya menangani urusan non-akademis seperti masalah UKM, hubungan politik dengan organisasi ekstra-universiter dan BEM lain, serta menanggapi isu-isu politik Indonesia. Akibatnya urusan intra-akademik tak ada yang mengurusi.

Pernah sekali –dan ini yang paling kontroversi- adalah saat BEM ”mencaplok” urusan intra-akademik untuk bidang presensi 75%. Kami (BEM-pen) waktu itu berkesimpulan masalah presensi ini seharusnya merupakan tugas HMPS. Tapi karena ketiadaan prosedur/peraturan/undang-undang yang ada hanya saling tuding.  

Maka harapannya ide dan penerapan ”organisasi baru” ini benar-benar menutup kekurangan organisasi induk yang ada. Mengenai siapa saja orang-orang yang duduk di ”organisasi baru” ini hendaknya merupakan representasi mahasiswa FISIP. Entah itu nantinya perwakilan dari tujuh UKM, lima KP, AJR, SSC, Buletin Sosiologi, Lab Avi, Lab Sos, RK, Assdos, Lab Kom, plus representasi mahasiswa komunikasi dan sosiologi non-organisasi akan saya bicarakan selanjutnya.  

Bukan sekadar perwakilan melainkan juga ahli di bidang tersebut 
Badan legislatif ini nantinya –entah namanya BPM atau Kongres Mahasiswa- bakal diisi oleh kawan-kawan yang dipercaya untuk mewakili massanya. Prosedur mengenai berapa jumlah suara yang diberikan kepada seorang ”calon legislatif” itu urusan teknis. Hal paling penting adalah mengapa dan siapa saja yang dianggap mewakili?

Tingkatan paling mewakili/representatif adalah tingkatan paling bawah yaitu tingkatan kelas mata kuliah. Maka nantinya badan legislatif ini berasal dari perwakilan kelas. Minimal satu orang anggota legislatif berada di tiap kelas mata kuliah/semester. Baik prodi komunikasi dan sosiologi. Hal ini ditujukan sebagai langkah untuk mempermudah ”rakyat” menyampaikan aspirasi. Orang-orang ini baiknya dipilih dari non-organisasi dan merupakan pilihan ”rakyat” sekaligus ahli di kelas tersebut. Tugasnya adalah menyampaikan, mengaspirasikan suara ”rakyat” dalam suatu kelas. Selain itu apabila ia secara kebetulan bersama anggota legislatif lain dalam satu kelas, perlu ada kesepakatan terlebih dahulu dalam pembagian tugas.  

Selain perwakilan kelas ada juga perwakilan organisasi kemahasiswaan non-BEM dan HMPS. Seperti UKM, lima KP Komunikasi, SSC, Buletin Sosiologi, dan AJR. Mereka ini dipilih dari ”rakyat” organisasinya minimal satu orang. Alasannya, perwakilan legislatif di sektor ini paling tahu seluk-beluk problem organisasinya. Tugasnya berkisar di masalah organisasi. 

Perwakilan khusus lain seperti student staff di Lab Avi, Lab Kom, Lab Sos, Asisten dosen dan Ruang Kemahasiswaan. Mereka dipilih karena ahli di lingkup kerjanya masing-masing. Masing-masing bidang dipilih minimal satu orang.

Jadi, konsep keterwakilan badan legislatif ini diambil dari jumlah sektor-sektor yang ada di FISIP dan bukan mengambil konsep proporsi jumlah mahasiswa antara prodi komunikasi dan prodi sosiologi. 

Tugas dan wewenangnya yang utama adalah menjalankan tiga fungsi yang tidak pernah dilirik. Yaitu, fungsi pengawas, fungsi pembuat undang-undang, dan fungsi anggaran.  

(Saya menantikan tanggapan dari ketiga tulisan bersambung saya ini. Khususnya untuk teman-teman yang masih aktif di kampus)

Tidak ada komentar: