Rabu, 15 Oktober 2008

Sebelum Hilang dari Ingatan...(2)

Menurut survei yang dilakukan Mrican Pos edisi Pemilwa terhadap mahasiswa aktif FISIP UAJY, BEM kepengurusan Jimmy dan saya mendapat rapor C. Ini menjadi bukti –terlepas dari metode pengambilan sampel- BEM masih belum mampu ”menggaet” teman-teman mahasiswa FISIP. 

Oleh Hendy Adhitya

Tak cuma BEM, lembaga induk lain di tingkat prodi, HMPS Komunikasi (Catatan: di sini saya tidak menyinggung HMPS Sosiologi karena memang tidak begitu terlihat aktifitasnya) setali tiga uang. 

Mengenai penilaian kinerja HMPS Komunikasi periode 2007-2008 ini telah dilakukan survei serupa terhadap 89 mahasiswa aktif FISIP UAJY. Hasil survei memperlihatkan (meski bukan generalisasi terhadap opini mahasiswa FISIP) 42,7% mahasiswa FISIP mengaku tidak pernah melihat kinerja lembaga yang bernaung di bawah Prodi Ilmu Komunikasi tersebut.  

Survei yang dilakukan oleh BEM dan beberapa orang dari organisasi kemahasiswaan di FISIP itu menimbulkan kontroversi. Hubungan antara BEM dan HMPS Komunikasi waktu itu sempat menegang. Bahkan sampai ke forum milis.

Pihak HMPS Komunikasi menggugat BEM, yang terkesan ”mengobok-obok” rumah tangga orang lain. Padahal rumah tangga BEM sendiri saat kepengurusan Jimmy dan saya tidak kalah bobrok. 

Jika dilihat secara cermat, apa yang dilakukan BEM terhadap HMPS Komunikasi sama dengan apa yang dilakukan Mrican Pos terhadap BEM. Keduanya, memberikan evaluasi, menjalankan fungsi pengawas atau dalam bahasa pers, watchdog. Perbedaannya hanya terletak di karakteristik institusi.

Nah, sebetulnya saya,-salah satu yang ikut mendalangi- ingin mengkritik sistem yang selama ini (maksudnya selama saya berkecimpung di keorganisasian mulai dari 2006 – 2008) terpisah (separation of power) antarorganisasi induk di FISIP. Baik BEM, HMPS Komunikasi, dan HMPS Sosiologi. Ketiganya seolah ”masa bodoh” dengan urusan organisasi lain meski pada kenyataannya masing-masing sering ”ngomong di belakang”. 

Kesimpulannya, tiga organisasi induk yang setara kedudukannya ini sampai dengan saat ini belum menjalankan fungsi saling mengawasi satu sama lain. Pers kampus -seperti Mrican Pos, Teras Pers, selebaran gelap, tulisan pribadi di papan pengumuman- lebih berperan dalam fungsi ini sebagai watchdog. Namun, pers kampus tidak bisa menjalankan perannya secara maksimal. Lantaran keterbatasan publikasi yang tidak selalu periodik. Dan, lagi-lagi hanya dianggap sebagai ”suara anjing”. He...he...he... 

Lalu pertanyaannya, siapa yang berhak menggarap fungsi ini? Lalu mengapa?

Ide tentang BPM FISIP UAJY atau Kongres Mahasiswa FISIP UAJY atau apalah...
Ide ”nakal” dan liar ini sebenarnya sudah muncul sewaktu Jimmy dan saya menjabat. Timing yang dipakai waktu itu adalah acara Public Hearing HMPS Komunikasi. Akhirnya, setelah acara dilangsungkan dampaknya kepada publik cukup mengagetkan. 

Saya sekalian ingin meminta maaf. Karena dengan shocking seperti itu, harapannya baik HMPS Komunikasi, HMPS Sosiologi, BEM, organisasi kemahasiswaan lain, dan warga FISIP sadar bahwa fungsi pengawas juga urgen. Bukan tidak mungkin entah kepengurusan BEM di masa Jimmy dan saya, HMPS Sosiologi, HMPS Komunikasi saat itu melakukan penyelewengan. Iya khan? He...he...he... (tidur di RK termasuk gak tuh?)

Ternyata ide ini, -yang membuat saya malu- ”sudah” basi karena di FISIP dahulu lembaga legislatif (BPM namanya?) pernah ada. Tapi organisasi ini mati sebelum tahun 2002 (?). Ini menurut pengakuan seorang teman ”angkatan tua” 2002.

Sebagai perbandingan, di Fakultas Hukum dan di Fakultas Ekonomi, Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) sebagai lembaga legislatif bersanding dengan BEM/ Senat. Sementara di universitas lain, yang animo politiknya lebih greng!, menerapkan hal serupa. Seperti di UNSOED.

Badan legislatif ini nantinya akan bertugas menjalankan tiga fungsi, fungsi pengawas, fungsi undang-undang, dan fungsi anggaran.

Di sini saya ingin menyumbang ide dan ingin menjawab pertanyaan beberapa teman FISIP yang mengkritik sistem demokrasi dan minimnya partisipasi politik di kampus kita.

Fungsi Pengawas
Kepengurusan BEM FISIP UAJY 2006 – 2008 (satu periode), HMPS Komunikasi 2006 – 2008 (dua periode), HMPS Sosiologi 2006 – 2008 (dua periode), jika ingin diteliti kembali sebenarnya masa itu ketiganya menerapkan sistem yang absolut.

Absolut dalam artian kepengurusan berjalan tanpa konstitusi yang mengatur dan mengikat (hanya Surat Keputusan (SK) dari Dekan atau prodi juga[?]), dan hanya mengandalkan AD/ART lawas yang jarang (atau tak pernah?) dilirik. 

Sebagai contoh, sering kali dalam mengadakan kegiatan apa pun beberapa pengurus BEM, HMPS ”tiba-tiba menghilang” dan tak jelas ke mana rimbanya. Lalu siapa yang berani menegur? Seharusnya memang tugas pengurus lain dalam organisasi tersebut yang memberi sanksi. Tapi, kenyataannya yang kerap terjadi adalah memaklumkan perilaku ”konco dewe”. Dan parahnya ini sudah jadi kebiasaan menular.  

Idealnya lembaga eksternal lain (BPM/Kongres Mahasiswa) bisa mengambil peran ini. Utamanya dalam mengawasi pengurus-pengurus BEM dan HMPS yang mangkir atau melakukan praktik penyelewengan dalam masa tugas. Dengan dijalankannya fungsi ini tentunya para pengurus organisasi induk tidak bisa main-main. Karena BEM dan HMPS bukan tempat orang-orang ”numpang mejeng” dan yang ingin dianggap ”keren”. Untuk pemberian punishment-nya BPM bisa membuat konsensus terlebih dahulu dengan pihak-pihak tersebut.
 
Fungsi Undang-Undang
Berkaitan dengan konsensus tadi, wewenang berikutnya BPM adalah membuat undang-undang atau peraturan. Tentu saja peraturan ini berkait tentang keorganisasian dan perihal kemahasiswaan.

Kenapa undang-undang atau peraturan itu perlu? Memang kesannya ingin terlihat formal, namun tak cuma alasan praksis itu. Alasan mendasarnya yaitu organisasi dan kepengurusannya selama ini berjalan ibarat ”orang buta berjalan tanpa tongkat”. Tak ada aturan jelas yang membimbing dan menjadi panduan. 

Bayangkan berapa waktu yang dihabiskan BEM saat ”memaksakan diri” untuk mengambil fungsi legislasi ini yang membuat peraturan semacam AD/ART, UU Kepanitiaan Inisiasi, atau UU Pemilwa beberapa waktu lalu. Tentu saja UU atau peraturan yang dihasilkan tidak mewakili mahasiswa FISIP dan (jujur saja) sarat kepentingan. (Saya, teman-teman BEM dan Komisi Pemilihan Mahasiswa [KPM] jadi sadar, membuat UU dan peraturan amat menguras otak, tenaga dan waktu. Apalagi personilnya hanya segelintir)

Dan, mengambil fungsi legislasi ini sebenarnya sudah merupakan kesalahan. Pencaplokan fungsi itu makin mengukuhkan BEM adalah organisasi yang absolut. 

Fungsi Anggaran
Tugas ini berkaitan dengan permasalahan yang selama ini ada tapi tak pernah digubris. Ya, hanya merupakan gremengan di belakang. Hanya bisik-bisik tetangga. 

Banyak pertanyaan-pertanyaan dilontarkan teman-teman FISIP (khususnya UKM), sebenarnya anggaran organisasi kemahasiswaan selama satu periode/ satu tahun itu berapa?Meski plot dana sudah dihapus bukankah organisasi kemahasiswaan berhak tahu informasi dan transparansi soal itu?

Nah, kebanyakan organisasi hanya mengatur keuangan internalnya. Tapi belum ada organisasi kemahasiswaan yang mendata semua rancangan, baik rencana maupun laporan anggaran UKM, BEM, HMPS, dan kegiatan kemahasiswaan personal non-organisasi (seperti dana penelitian mahasiswa, dll). Langkah ini bisa menjadi tandingan/ perbandingan bagi fakultas yang ”tertutup” kalau bicara masalah dana.

Kelebihan menjalankan fungsi ini yaitu publik (mahasiswa FISIP dan khususnya teman-teman keorganisasian) mendapatkan kejelasan dan transparansi total dana dan anggaran dalam satu periode. Posisi BPM di sini seperti akuntan bagi masyarakat FISIP. Ini juga sebagai tindakan preventif terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya praktik penyelewengan, seperti pengalihan dana, mark-up, dan korupsi.

bersambung...

1 komentar:

ipenk mengatakan...

sangat menarik. Aku pribadi sangat suka dengan sikap kritis seperti yang kamu miliki. perlu diingat ketika saya masih kuliah di republik FISIP raya ini (saya angkatan 1999) dinamika kampus sangat hidup. BPM benar-benar mampu menjalankan tugasnya sebagai pengawas, pembuat undang-undang dan pengawas keuangan. selain itu, kehidupan kampus juga sangat greng, ada teater gutta yang kami gagas bersama Inoe (96), Danto (99) saya sendiri (ipenk '99), ada grup musik mustika maya yang dimotori panji (98), ada FJK (fotography Jurnalistik Klub) dll. teruskan perjuanganmu kawan.