Senin, 13 Oktober 2008

Sebelum Hilang dari Ingatan... (1)

Tulisan ini bisa jadi semacam "Laporan Pertanggungjawaban" saya selama menjabat sebagai Wakil Presiden di Badan Eksekutif Mahasiswa Periode 2006 – 2008. Tapi lebih dari itu, usaha untuk mendokumentasikan –entah itu acara diskusi, rapat, debat, sarasehan, kegiatan mahasiswa, dll- demi menghindari keterputusan "sejarah" jadi alasan utama saya. Karena banyak sekali –di FISIP ini- dokumen kegiatan kemahasiswaan terdahulu, hilang dan tidak jelas rimbanya.

Oleh Hendy Adhitya

Saya ucapkan selamat kepada Yudhistira Perdana (Ilmu Komunikasi angkatan 2006) dan Vidi Istanto (Ilmu Komunikasi angkatan 2007) sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden BEM FISIP UAJY periode 2008 -2009. Dan saya ucapkan selamat pula kepada anggota kabinet terpilih Ocha, Ceciel, Adit, dan Shashi.

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua warga FISIP UAJY yang telah berpartisipasi nyoblos dalam pemilihan umum mahasiswa 17-18 September 2008 lalu. Jumlah kenaikan suara sekitar 110 % dibandingkan jumlah suara pada pemilihan dua tahun lalu telah membuktikan animo dan partisipasi warga FISIP di bidang politik mulai muncul kembali. Meski Pemilwa kemarin masih belum bisa terbilang mewakili lebih dari 50% keseluruhan jumlah warga FISIP.

Maka, di sinilah tugas kepengurusan BEM berikutnya untuk bisa menjaga dan meningkatkan atmosfer politik, khususnya bagi kawan-kawan mahasiswa FISIP non-BEM.

Tugas Pertama

Sama seperti kepengurusan terdahulu, kepengurusan saat ini mengangkat "problem Ruang Kemahasiswaan (RK)" sebagai tugas pertamanya. Bedanya kepengurusan terdahulu mencoba memanfaatkan ruang kosong milik Fakultas Teknik, untuk dijadikan RK FISIP UAJY. Sedangkan kepengurusan yang sekarang bertugas untuk memaksimalkan fungsi dan penggunaan RK FISIP UAJY di basement Gedung Don Bosco.

Memang perkara RK sebagai tempat aktualisasi diri mahasiswa seolah tidak pernah selesai. Mulai dari masalah kebersihan, pembagian ruang HMPS dan UKM sampai kepada pihak fakultas yang rajin memberi warning kepada kawan-kawan mahasiswa "penghuni" RK (termasuk saya).

Akhirnya, bagi kebanyakan kawan-kawan, membahas problem RK sama dengan "memakan kembali nasi basi".

Tapi bukan berarti persoalan ini diabaikan begitu saja. Hal-hal urgen seperti masalah kebersihan, pembagian ruang dan tata aturan penggunaan RK perlu dibuat. Dahulu, kepengurusan saya, memang sudah dibuat kesepakatan "tak tertulis" namun akhirnya mandek. Karena tidak semua ingatan dan konsistensi seseorang dalam bersikap, bisa tahan lama. Padahal awalnya semua pihak menyatakan kepatuhan.

BEM terdahulu juga tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Karena BEM tidak menjalankan fungsi pembuat undang-undang atau pembuat peraturan di ranah kemahasiswaan. Lebih tepatnya itu merupakan tugas badan legislatif dan bukannya eksekutif. Memang statement saya ini terkesan apologi atau mencari maunya sendiri, tapi kenyataan terdahulu berbicara seperti itu.

Kepengurusan BEM terdahulu sempat "mencoba" menjalankan fungsi pembuat peraturan (legislasi), tapi dalam prosesnya sangat menyita waktu cukup lama (contohnya saat pembuatan AD/ART BEM, UU Kepanitiaan Inisiasi, dan UU Pemilwa). Akibatnya beberapa agenda kegiatan BEM terpaksa dibatalkan. Hal ini juga disebabkan BEM terdahulu sempat vakum dan ketiadaan blue print yang diwariskan kepada kepengurusan BEM 2006 -2008.

Kembali lagi ke urusan RK, perlunya sebuah peraturan tertulis yang disepakati oleh badan-badan kemahasiswaan (HMPS, BEM, UKM dan KP), mahasiswa "penghuni" RK, pihak dekanat dan pihak terkait lainnya. Intinya ada pada inisiatif dan kemauan berdialog.

Namun bukan berarti dengan dibuatnya peraturan tertulis segala bentuk pelanggaran tidak akan terjadi. Langkah ini bisa dicoba sebagai tindakan preventif dan setidaknya dapat meminimalkan penyalahgunaan RK.

Masalah UKM

BEM adalah spesialis penanda tangan proposal lewat. BEM hanya dibutuhkan saat proposal UKM masuk, selebihnya tidak.

Pada kepengurusan Jimmy dan saya, BEM hanya berperan di "kulit luar" masalah-masalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Khususnya untuk penandatanganan proposal kegiatan. Saya sempat mengalami kesulitan bagaimana mengatur dan "menambah" peran BEM bagi kawan-kawan UKM. Karena UKM, secara struktural berada di bawah naungan BEM.

Label "tukang penanda tangan" proposal UKM ini harus dihilangkan. Jujur saja, selama kepengurusan BEM 2006-2008, usaha untuk ikut "turun ke bawah" membantu kawan-kawan UKM sudah dicoba. Tapi, lagi-lagi, tidak bisa intens. Dahulu pertemuan setiap bulan sudah dilaksanakan dan hanya bertahan 2 – 3 bulan.

Saat ini jumlah UKM FISIP UAJY ada tujuh. Beberapa UKM sudah melakukan regenerasi kepengurusan (FJK, Mustika Maya, Mrican Pos, PS I Lov U, Kine Klub). Sementara UKM Basket dan Jalur Pitu masih berkutat dalam ketidakpastian kepengurusan dan regenerasi. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk kepengurusan BEM baru.

Selain itu, perlu dilihat kembali masalah birokrasi yang saya nilai terlalu bertele-tele dalam perjalanan proposal kegiatan. Setidaknya proposal UKM harus melalui dua pintu, Presiden BEM dan Wakil Dekan I (atau Pejabat Kemahasiswaan?). Tapi apa yang terjadi apabila salah satunya, atau keduanya berhalangan hadir pada suatu kesempatan? Bisakah kuasa terhadap tanda tangan dialihkan kepada orang lain? Lalu, permasalahan lainnya, tidakkah "pintu" Wadek I dihapuskan saja mengingat kepercayaan menangani proposal UKM sudah diberikan Wadek I sepenuhnya kepada BEM? Ini yang masih belum jelas.

Masalah UKM (saya kira ini masalah semua organisasi kemahasiswaan di FISIP) yang lain dan tak kalah pentingnya adalah mengenai kejelasan anggaran. BEM kepengurusan 2006-2008 sama sekali tidak menggarap fungsi anggaran.

Fungsi anggaran ini penting sebagai langkah untuk memberikan kejelasan dana dan anggaran yang didapat tiap-tiap UKM dan BEM selama satu tahun oleh fakultas. Karena yang terjadi selama ini adalah ketidakjelasan turunnya dana suatu kegiatan, ketidakjelasan jumlah total dana fakultas kepada UKM dan BEM serta tidak pernah adanya transparansi dana. Ketertutupan dan minimnya informasi soal kejelasan dana UKM dan BEM bukan tidak mungkin akan menyuburkan praktik korupsi di tingkat perguruan tinggi.

Pertanyaannya adalah (ini ditujukan kepada pihak fakultas), berapa total dana yang diperoleh UKM dan BEM setiap tahunnya? Apakah tetap, meningkat, atau malah berkurang setiap tahunnya? Lalu, mengapa tidak ada transparansi dana untuk kegiatan kemahasiswaan? Tanya juga, berapa besar dana lain, seperti dana penelitian, dana investasi (kalau ada), dana pengadaan fasilitas, dana gaji dan dana menyekolahkan dosen dan dana-dana lainnya?

Tapi yang terpenting adalah mempertanyakan kembali dana UKM dan BEM. Karena sangat ironis kenyataannya sampai saat ini manajemen keuangan UKM dan BEM adalah nol (0). Bahkan defisit. Organisasi kemahasiswaan di FISIP sama sekali tidak punya tabungan.

Nah, fungsi anggaran ini harus ada yang menggarap. Saya menyarankan lembaga yang menggarap ini adalah lembaga tersendiri dan khusus di luar BEM. Mungkin semacam badan legislatif.

bersambung...


Tidak ada komentar: