Senin, 16 Februari 2009

Kaleidoskop 2008: FISIP dan Pergolakannya

Tulisan ini saya ambil dari catatan tak beraturan di FB. Yah setidaknya supaya ingatan tak terbuang percuma.

Oleh Hendy Adhitya

Bentar lagi taun baru 2009, sebelum meninggalkan taun ini mari kita kilas-balik apa aja yg terjadi di kampus kita (sok2an kaleidoskop kayak di majalah n TV berita tuh)

Des 07-Januari 08: RK Lawas mau digusur, penghuninya (waktu itu cuma saya sendiri) hampir kegusur juga. Jadi inget pas waktu itu SMS semua temen2 di list Hp isinya: RK mau digusur cepat kesini ! Alhasil Gondes, Suryo, Lambe, Ricky, Lili, trus sapa lagi ya, oh Banu, Tembel, Kotak, Ocha. Kemudian menyusul Mentenk.

Tapi akhirnya gak jadi digusur (maksudnya ditunda)

Februari 2008: Tragedi "Putri Cina" (Ini hanya beberapa orang yg tahu hehehe). RK baru mulai dibangun. Barang2 RK lama dipindah. Janji fakultas utk rk baru adalah penambahan fasilitas hotspot, komputer, TV dan pengadaan public space di depan RK.

RK lawas dibongkar. Konblok parkiran motor depan dilucuti.

Tgl 28 Feb diadakan pertemuan posko (nama RK lawas) oleh BEM dan mahasiswa serta pejabat kemahasiswaan FISIP UAJY yg hasilkan putusan sementara penggunaan RK baru dan kerja bakti.

Maret 2008:Dosen FISIP UAJY, Papillon Halomoan Manurung meninggal dunia 20 Maret 2008. Alm. meninggal krn stroke. Jenazah dimakamkan di Cepu.

April 2008: Mustika Maya rayakan hari jadi ketiganya di FISIP. Pagelaran kecil-kecilan diadakan di RK. (Disini saya juga ikut nyanyi lho hehehehe...narsis!)

Parkiran diperbaharui. 24 lampu taman dan tambahan personel parkir mobil ditambah. (Aku juga gak ngerti maksud penambahan ini apa...buat keren2an?keliatan eksklusif?)

Pembangunan Perpus "idaman hati" dan "terbesar se DIY-Jateng" mulai dibuat. Tapi start awal telat 2 bulan.(kenapa ya? duitnya seret ya?) Penebangan pohon dilakukan, acara selamatan "calon bayi" perpus diadakan.

Tapi selama proses pembangunan awal ganggu perkuliahan. Suara2 berbagai alat berat mengusik kegiatan belajar mengajar.

Mei 2008: Hari Buruh Internasional 1 Mei dan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei. Demo besar2an di perempatan Kantor Pos. Beberapa mahasiswa Atma jg ikut.

5 Mei, giliran kampus FISIP yg didemo. Kali ini masalah ttg kebijakan sepihak, presensi 75%. Mahasiswa yg tak lolos tak boleh ikut ujian. Sempat menuai pro dan kontra. Petisi telah dibuat tapi minim tanggapan.

14 Mei, pembukaan pendaftaraan panitia inisiasi 2008

19 Mei, Public Hearing HMPSKom digelar. Sharing berujung beda persepsi. Publikasi BEM dlm evaluasi kinerja HMPS Kom dinilai timpang. Hubungan BEM dan HMPS Kom sempat menegang

21 Mei bertepatan dg 10 tahun reformasi RK dapat kiriman surat peringatan. Isinya tentang imbauan pembatasan fasilitas dari jam 6 pagi sampai jam 10 malam. Mahasiswa tak menanggapi.

24 Mei, demo kenaikan BBM. Orasi sempat diadakan di FISIP, FE dan FT. Demo jg minta restu kepada Rektor dan jajarannya. Rombongan Atma naik bis. Sebelumnya utk FISIP sendiri banyak pro kontra. Demo sempat rusuh lawan polisi. Rombongan Atma mundur lebih awal.

Juni 2008: 30 Juni RKmics! terbit dalam rangka ultah FISIP ke 17. Pak Setyo, Agusly, Asto juga buat kumpulan tulisan ttg sweet seventeen FISIP pada 3 Juli 2008

--------------------------------------------------

Nah, nah, nah kini saatnya kilas 2008 part deux. Saya coba buka kembali arsip2 pribadi dan arsip2 media kampus di bulan Juli sampai Agustus. Kita liat apa aja kejadian di FISIP waktu itu. Saya jelaskan singkat saja, Yuuuuuukkkk!

3 Juli 2008, FISIP rayakan ultah ke-17.Namun bukan berarti bertambahnya umur membikin FISIP makin dewasa dan tiada masalah. Spt masalah kurikulum dan kebijakan, tidak adanya evaluasi dosen oleh mahasiswa, serta penggunaan sarana yg belum maksimal.

21 Juli 2008, HMPS gelar pencoblosan utk memilih ketua baru. BEM dan HMPS abaikan sementara konflik di kedua pihak.

Akhirnya Ayu (2006) terpilih dg perolehan suara sbb:

Ayu: 56 Suara
Feli: 33 Suara
Agus: 31 Suara
Theo: 23 Suara

Hebatnya lagi, tak ada abstain atau suara rusak. Penghitungan dilakukan di lobi FISIP.

16 Juli 2008, Protes panitia inisiasi FISIP 2008 ditanggapi. Univ. secara sepihak memotong 1 hari inisiasi utk inisiasi univ. Otomatis inisiasi fakultas cuma 2 hari. Pembatasan lain adalah waktu inisiasi dibatasi dari jam 6pagi sampai 5sore.Pak Siswanto rencanakan pertemuan. Pertemuan ini rencananya melibatkan seluruh jajaran dekanat dan mahasiswa panitia Inisiasi.

21 Juli 2008, Panitia Inisiasi FISIP menang di "pengadilan". Pertemuan rektorat, dekanat dan panitia inisiasi buat keputusan: Inisiasi fakultas tetap 3 hari.

Adapun mengenai pembahasan masalah scr singkatnya seperti ini: Inisiasi dan kepanitiaan telah kami (BEM, HMPS) siapkan 3 bulan sebelumnya (Mei 2008). Konsepnya juga sudah pas, yaitu utk 3 hari. Tak bisa ditawar, dikurangi maupun ditambah. Itu sudah "paket adat istiadat" setiap tahun.

Sementara di bulan yang sama, rektorat dan dekanat lakukan rapat dan buat keputusan: Inisiasi univ diadakan dg waktu 1 hari. Pengambilan waktu 1 hari ini mengambil (baca: mengorbankan)inisiasi di masing2 fakultas. Dan parahnya masing2 jajaran dekanat masing2 fakultas TAK MEMBERITAHU SAMA SEKALI KE MAHASISWA MASING2 FAKULTAS ! (sekali lagi ini jadi warn utk inisiasi berikutnya, karena seringkali univ lakukan tindakan sepihak spt ini)

Janji pemerintah keluarkan kebijakan pengganti (penutup mulut mahasiswa) kenaikan BBM per 24 Mei, keluar. Namanya BKM (Bantuan Khusus Mahasiswa) sebesar 500 ribu per orang. Atma Jaya kecipratan. Tapi penerima kebanyakan bukan dari gol.tidak mampu spt diprioritaskan pemerintah.

Media kampus lakukan investigasi. Alhasil ada misinformasi dan penyelewengan info baik dari pihak KOPERTIS, UNIVERSITAS dan FAKULTAS TTG BKM. Media kampus ini menuai kecaman dari beberapa pihak.

Tapi hingga saya menulis kilas 2008 ini BKM itu belum juga turun. Yang turun malah BBM sebanyak dua kali.

PEMERINTAH MANGKIR !!!

11-13 Agustus 2008, Inisiasi FISIP berjalan lancar. MaBa antusias meski beberapa ada yg ketahuan berusaha bohongi SC. Hayo sapa tuh??? Hahahaha
Cinlok juga terjadi diduga si anu dgn si anu, dan si hendy dgn si ???? sapa ya (betah bgt jomblo...)

Yg namanya cinlok inisiasi tuh udah biasa. Goblok Post membahasakannya: Musim Kawin (lo kira bangsa unggas apa?!!!). Entah ini berkah ato bencana yg penting sante wae hahahaha. Pie iki Ketua Inisiasi? Diki Cahyo G(um)elar kapan dapet pacar?? eh sori hehehe kapan pembubarannya? ditunggu loh...videonya juga

----------------------------------------------------
Oke ini edisi terakhir kilas 2008. Soalnya udah 1 Januari sih...Mari simak apa aja yg terjadi kala itu. Aneh, (bagi saya) menutup tahun dgn perasaan yg masih mengganjal. Apa itu?

September 2008, kali ini giliran mahasiswa angkatan tua (banget) dan yg sudah lebih dari 7 tahun, mencak-mencak. Apa sebab? Ternyata mereka di"teror" kelas percepatan alias kelas pengusiran. Mereka adakan pertemuan di RK.

Pembicaraan berkisar soal kekecewaan mereka thdp kebijakan UAJY ini. Ada yg skripsinya dapat nilai tak memuaskan, ada yg gonta-ganti skripsi korban dosen yg hobi ganti teori. Atau dosen yg lagi studi ke luar negri dan terpaksa korbankan bnyk anak didiknya sampe nangis2. Sapa tuh hayo????

Suara Anjing merespon ini. Tapi beberapa hari kemudian konten web ini "dicekal". Karena dinilai beberapa dosen isinya terlalu menyudutkan, terlalu berbahaya, dan tak imbang (tidak cover both side).

17-18 September 2008. Coblosan Pemilihan Presiden dan Wapres BEM FISIP UAJY dilakukan. Setelah beberapa hari sebelumnya pemilihan sempat menuai kontroversi. Ini terkait dgn acara public hearing sbg sarana publikasi yg tak sistematis. Kritik dan pujian terus berdatangan.

Salah satunya makin banyak tulisan2 tembok mengkritisi isu pemilihan BEM, ada Bordus, Duala, dan Aring. Mrican Pos jg keluarkan edisi khusus Pemilwa.

Media tak bernama seperti Stress Pers muncul jelang Pemilwa. Kritikan soal sistematika bakal calon presiden sampai 4 calon presiden ditulis dgn bahasa guyon.Media internal Komisi Pemilihan Mahasiswa (KPM), LANGKAH dg Pimred Adit (2007) terbit setiap hari selama 2minggu.

Animo pencoblos terbanyak berasal dari mahasiswa angk. 2008. Kalangan dosen dikritik minim partisipasi.

Oktober 2008. Pertemuan RK utk kesekian kali digelar. Sentimen "penggusuran" makin kentara. Telah terjadi mispersepsi antara penyampai info (dalam hal ini BEM) dgn penghuni RK.

Pembahasan memang sempat menemukan titik terang dan kesepakatan. Nammun stereotype berjalan terus. (Aneh???padahal ini hanya masalah sentimen pribadi dan sebenarnya bisa langsung selesai dalam sekali pertemuan)

HMPS Kom dan HMPS Sos kini menggunakan RK.Ketidaknyamanan dan sentimen kelompok membikin suasana RK tak nyaman.
(Entah sekarang?)

Wacana pembuatan satu lembaga pendamping/penyeimbang BEM yaitu BPM makin marak. Media kampus angkat isu ini.

November 2008. RK masih jadi topik yg terus diperbincangkan. Meski tak terlihat/nampak dari luar. Beberapa orang (seperti saya) sudah jenuh dg topik tak berkesudahan ini.

Janji Yudhis (Ketua BEM) utk adakan public hearing tak terealisasi. Bbrp warga FISIP sempat lontarkan kritik.

Univ keluarkan surat peringatan utk kesekian kali. RK dibatasi. Dari jam 6 pagi sampai jam 10 malam.

Tak cuma itu, peraturan utk membatasi kegiatan nonakademik jg disinggung. Namun kaitannya utk menjaga kenyamanan dgn warga sekitar. (Peraturan ini undang kontroversi di kalangan mahasiswa khususnya anak2 UKM)

Desember 2008. Ujian Akhir Semester. RK semakin sepi. Penghuni lawas jarang mengunjungi RK. Padahal ini sbg slh satu tindakan regenerasi (penjaga RK hehehe). Entah sudah ada yang ndaftar belum ya????

RK lambat laun seperti tak bertuan.

Apalagi pas liburan, lampunya mati terus.

RK ditinggal ya?


Tamat





Minggu, 19 Oktober 2008

Sebelum Hilang dari Ingatan...(3)

Sebuah perubahan terjadi akibat kesadaran massa dan bukan dari kesadaran segelintir kelompok atau individu dalam perspektif Louis Althusser dan Tan Malaka. Mereka percaya dengan titik berangkat dari kesadaran orang banyak maka kehendak ekonomi dan politik massa akan terpenuhi.

Oleh Hendy Adhitya

Tapi hal itu tidak serta-merta bisa 100% diterapkan di FISIP. Kesadaran massa FISIP terhadap hal politik untuk saat ini adalah sesuatu yang jarang ”terlihat”.

Saya tahu banyak kawan-kawan FISIP yang memiliki ketertarikan yang menggebu-gebu bila berbicara soal politik makro dan mikro (politik kampus misalnya). Namun sayangnya perbincangan itu hanya terjadi di sela-sela waktu kuliah. Perbincangan tidak dilanjutkan pada alam tindakan. Hanya berhenti pada tingkatan wacana, wacana dan wacana. Begitu seterusnya.

Maka mereka –yang saya tahu tertarik dengan obrolan politik kampus- itu tersebar, tidak terkoordinasi, sporadis dan bergerak tidak ajeg/periodik. Belum ada saluran/media/badan yang mengkoordinasi, menampung kekritisan teman-teman terhadap dunia politik khususnya politik kampus.

Titik berangkatnya bukan dari massa seperti tesis Louis Althusser dan Tan Malaka. Massa hanya merupakan titik lanjutan setelah titik berangkat awal sebenarnya yaitu: Individu yang punya inisiatif mendobrak. Ya, sebenarnya saya mau mengajak individu-individu yang sering ngobrol politik kampus dan melempar kritik secara sporadis itu untuk berbuat lebih jauh di alam tindakan.

Inisiatif bergerak di alam tindakan (membentuk ”organisasi baru”) ini sebenarnya juga berangkat dari kekurangan organisasi induk yang ada. 
 
Kekurangan organisasi induk yang ada
Memang ada pers kampus, ada BEM, ada HMPS Komunikasi dan Sosiologi yang merupakan institusi legal. Tapi partisipan organ-organ tersebut masih berasal dari satu pihak, pihak komunikasi dan pihak sosiologi. Belum ada organ yang benar-benar, partisipannya merupakan gabungan dari kedua prodi tersebut dan gabungan berbagai sektor di FISIP (Lab Avi, Lab Sos, Lab Kom, RK).

Di FISIP ini juga belum ada organ yang 100% kepengurusannya benar-benar merupakan representasi pilihan mahasiswa FISIP. Selama ini, di institusi-institusi tersebut, mahasiswa FISIP hanya memilih Presiden/Ketua dan Wakil Presiden/Ketua organisasi seperti BEM dan HMPS (kecuali pers kampus, biasanya metode pemilihan pemimpin umum dan pemimpin redaksi dilakukan secara internal). 

Sementara pemilih tidak diikutsertakan dalam menentukan siapa saja anggota-anggota menteri atau divisi bawahannya. Singkat kata, orang-orang yang duduk dalam kepengurusan organ tersebut adalah orang-orang pilihan si pemegang kuasa terpilih (Presiden dan Wakil). Ini sah-sah saja karena dalam AD/ART atau peraturan lain yang berkait (baik lisan maupun tertulis) si pemegang kuasa diberi wewenang untuk itu.

Selain itu, sedikitnya anggota di organisasi induk yang ada mengakibatkan banyak aspirasi mahasiswa tidak tersalurkan. Ini saya kaitkan hanya dengan BEM yang mempunyai lingkup lebih luas di tingkat fakultas. Karena BEM mempunyai tugas lebih berat yaitu menjadi wadah aspirasi bagi ”rakyat komunikasi dan sosiologi” ketimbang HMPS yang hanya mengurusi ”rakyat” dari salah satu prodi. (Sebenarnya saya juga tidak menyetujui BEM kedudukan strukturalnya setara dengan HMPS Komunikasi dan HMPS Sosiologi karena dari lingkup kerja sudah beda tingkat)

Ini pernah dialami pada kepengurusan Jimmy dan saya. Urusan kemahasiswaan hanya diserahkan kepada satu orang. Akhirnya fungsi ini tidak berjalan baik karena orang yang diberi tugas tidak bisa 100% hadir di setiap kelas, angkatan, dan organisasi. Sebagai jalan alternatif –bagi saya ini juga kurang efektif- divisi publikasi kepengurusan BEM 2006-2008 mengeluarkan kotak pos aspirasi. 

Memang banyak yang mengisi, tapi si pengisi aspirasi terkadang tidak mencantumkan nama terang. Lalu ada aspirasi, keluhan, kritik, permohonan atau permasalahan yang bukan merupakan tugas BEM –seharusnya HMPS- ikut masuk ke kotak.

Karena tidak ada prosedur jelas dan minimnya anggota yang diserahi tugas, surat aspirasi itu banyak yang terbengkalai tak ditanggapi.  

Alasan berikut yang menjadikan perlu adanya ”organisasi baru” ini adalah belum jelasnya pembagian tugas BEM dan HMPS. Di kepengurusan Jimmy dan saya ini menjadi problem. Organisasi mana yang berhak menangani urusan akademis, non-akademis, ranah industri? Bagaimana jika salah satu organ malah mengambil tugas dobel atau mencaplok ketiganya?

Saya sempat kaget ketika HMPS Komunikasi kepengurusan 2007-2008 hanya menangani urusan ekstra-akademik yang mengarah ke ranah aplikasi teori atau ke wilayah ”industri”. Seperti mengadakan kegiatan Studi Perspektif dan eksibisi ComminFest. Tetapi tidak melirik urusan intra-akademik semacam masalah kebijakan, presensi, pelanggaran mahasiswa atau dosen, kurikulum, evaluasi mahasiswa dan dosen, serta penggunaan fasilitas lab di prodi komunikasi. Setali tiga uang dengan HMPS Sosiologi (teman-teman di komunikasi banyak yang tidak mengetahui kegiatan HMPS Sosiologi, mungkin statement ini juga bisa dilempar balik ke teman-teman BEM).

Sedangkan BEM kepengurusan 2006-2008 hanya menangani urusan non-akademis seperti masalah UKM, hubungan politik dengan organisasi ekstra-universiter dan BEM lain, serta menanggapi isu-isu politik Indonesia. Akibatnya urusan intra-akademik tak ada yang mengurusi.

Pernah sekali –dan ini yang paling kontroversi- adalah saat BEM ”mencaplok” urusan intra-akademik untuk bidang presensi 75%. Kami (BEM-pen) waktu itu berkesimpulan masalah presensi ini seharusnya merupakan tugas HMPS. Tapi karena ketiadaan prosedur/peraturan/undang-undang yang ada hanya saling tuding.  

Maka harapannya ide dan penerapan ”organisasi baru” ini benar-benar menutup kekurangan organisasi induk yang ada. Mengenai siapa saja orang-orang yang duduk di ”organisasi baru” ini hendaknya merupakan representasi mahasiswa FISIP. Entah itu nantinya perwakilan dari tujuh UKM, lima KP, AJR, SSC, Buletin Sosiologi, Lab Avi, Lab Sos, RK, Assdos, Lab Kom, plus representasi mahasiswa komunikasi dan sosiologi non-organisasi akan saya bicarakan selanjutnya.  

Bukan sekadar perwakilan melainkan juga ahli di bidang tersebut 
Badan legislatif ini nantinya –entah namanya BPM atau Kongres Mahasiswa- bakal diisi oleh kawan-kawan yang dipercaya untuk mewakili massanya. Prosedur mengenai berapa jumlah suara yang diberikan kepada seorang ”calon legislatif” itu urusan teknis. Hal paling penting adalah mengapa dan siapa saja yang dianggap mewakili?

Tingkatan paling mewakili/representatif adalah tingkatan paling bawah yaitu tingkatan kelas mata kuliah. Maka nantinya badan legislatif ini berasal dari perwakilan kelas. Minimal satu orang anggota legislatif berada di tiap kelas mata kuliah/semester. Baik prodi komunikasi dan sosiologi. Hal ini ditujukan sebagai langkah untuk mempermudah ”rakyat” menyampaikan aspirasi. Orang-orang ini baiknya dipilih dari non-organisasi dan merupakan pilihan ”rakyat” sekaligus ahli di kelas tersebut. Tugasnya adalah menyampaikan, mengaspirasikan suara ”rakyat” dalam suatu kelas. Selain itu apabila ia secara kebetulan bersama anggota legislatif lain dalam satu kelas, perlu ada kesepakatan terlebih dahulu dalam pembagian tugas.  

Selain perwakilan kelas ada juga perwakilan organisasi kemahasiswaan non-BEM dan HMPS. Seperti UKM, lima KP Komunikasi, SSC, Buletin Sosiologi, dan AJR. Mereka ini dipilih dari ”rakyat” organisasinya minimal satu orang. Alasannya, perwakilan legislatif di sektor ini paling tahu seluk-beluk problem organisasinya. Tugasnya berkisar di masalah organisasi. 

Perwakilan khusus lain seperti student staff di Lab Avi, Lab Kom, Lab Sos, Asisten dosen dan Ruang Kemahasiswaan. Mereka dipilih karena ahli di lingkup kerjanya masing-masing. Masing-masing bidang dipilih minimal satu orang.

Jadi, konsep keterwakilan badan legislatif ini diambil dari jumlah sektor-sektor yang ada di FISIP dan bukan mengambil konsep proporsi jumlah mahasiswa antara prodi komunikasi dan prodi sosiologi. 

Tugas dan wewenangnya yang utama adalah menjalankan tiga fungsi yang tidak pernah dilirik. Yaitu, fungsi pengawas, fungsi pembuat undang-undang, dan fungsi anggaran.  

(Saya menantikan tanggapan dari ketiga tulisan bersambung saya ini. Khususnya untuk teman-teman yang masih aktif di kampus)

Rabu, 15 Oktober 2008

Sebelum Hilang dari Ingatan...(2)

Menurut survei yang dilakukan Mrican Pos edisi Pemilwa terhadap mahasiswa aktif FISIP UAJY, BEM kepengurusan Jimmy dan saya mendapat rapor C. Ini menjadi bukti –terlepas dari metode pengambilan sampel- BEM masih belum mampu ”menggaet” teman-teman mahasiswa FISIP. 

Oleh Hendy Adhitya

Tak cuma BEM, lembaga induk lain di tingkat prodi, HMPS Komunikasi (Catatan: di sini saya tidak menyinggung HMPS Sosiologi karena memang tidak begitu terlihat aktifitasnya) setali tiga uang. 

Mengenai penilaian kinerja HMPS Komunikasi periode 2007-2008 ini telah dilakukan survei serupa terhadap 89 mahasiswa aktif FISIP UAJY. Hasil survei memperlihatkan (meski bukan generalisasi terhadap opini mahasiswa FISIP) 42,7% mahasiswa FISIP mengaku tidak pernah melihat kinerja lembaga yang bernaung di bawah Prodi Ilmu Komunikasi tersebut.  

Survei yang dilakukan oleh BEM dan beberapa orang dari organisasi kemahasiswaan di FISIP itu menimbulkan kontroversi. Hubungan antara BEM dan HMPS Komunikasi waktu itu sempat menegang. Bahkan sampai ke forum milis.

Pihak HMPS Komunikasi menggugat BEM, yang terkesan ”mengobok-obok” rumah tangga orang lain. Padahal rumah tangga BEM sendiri saat kepengurusan Jimmy dan saya tidak kalah bobrok. 

Jika dilihat secara cermat, apa yang dilakukan BEM terhadap HMPS Komunikasi sama dengan apa yang dilakukan Mrican Pos terhadap BEM. Keduanya, memberikan evaluasi, menjalankan fungsi pengawas atau dalam bahasa pers, watchdog. Perbedaannya hanya terletak di karakteristik institusi.

Nah, sebetulnya saya,-salah satu yang ikut mendalangi- ingin mengkritik sistem yang selama ini (maksudnya selama saya berkecimpung di keorganisasian mulai dari 2006 – 2008) terpisah (separation of power) antarorganisasi induk di FISIP. Baik BEM, HMPS Komunikasi, dan HMPS Sosiologi. Ketiganya seolah ”masa bodoh” dengan urusan organisasi lain meski pada kenyataannya masing-masing sering ”ngomong di belakang”. 

Kesimpulannya, tiga organisasi induk yang setara kedudukannya ini sampai dengan saat ini belum menjalankan fungsi saling mengawasi satu sama lain. Pers kampus -seperti Mrican Pos, Teras Pers, selebaran gelap, tulisan pribadi di papan pengumuman- lebih berperan dalam fungsi ini sebagai watchdog. Namun, pers kampus tidak bisa menjalankan perannya secara maksimal. Lantaran keterbatasan publikasi yang tidak selalu periodik. Dan, lagi-lagi hanya dianggap sebagai ”suara anjing”. He...he...he... 

Lalu pertanyaannya, siapa yang berhak menggarap fungsi ini? Lalu mengapa?

Ide tentang BPM FISIP UAJY atau Kongres Mahasiswa FISIP UAJY atau apalah...
Ide ”nakal” dan liar ini sebenarnya sudah muncul sewaktu Jimmy dan saya menjabat. Timing yang dipakai waktu itu adalah acara Public Hearing HMPS Komunikasi. Akhirnya, setelah acara dilangsungkan dampaknya kepada publik cukup mengagetkan. 

Saya sekalian ingin meminta maaf. Karena dengan shocking seperti itu, harapannya baik HMPS Komunikasi, HMPS Sosiologi, BEM, organisasi kemahasiswaan lain, dan warga FISIP sadar bahwa fungsi pengawas juga urgen. Bukan tidak mungkin entah kepengurusan BEM di masa Jimmy dan saya, HMPS Sosiologi, HMPS Komunikasi saat itu melakukan penyelewengan. Iya khan? He...he...he... (tidur di RK termasuk gak tuh?)

Ternyata ide ini, -yang membuat saya malu- ”sudah” basi karena di FISIP dahulu lembaga legislatif (BPM namanya?) pernah ada. Tapi organisasi ini mati sebelum tahun 2002 (?). Ini menurut pengakuan seorang teman ”angkatan tua” 2002.

Sebagai perbandingan, di Fakultas Hukum dan di Fakultas Ekonomi, Badan Perwakilan Mahasiswa (BPM) sebagai lembaga legislatif bersanding dengan BEM/ Senat. Sementara di universitas lain, yang animo politiknya lebih greng!, menerapkan hal serupa. Seperti di UNSOED.

Badan legislatif ini nantinya akan bertugas menjalankan tiga fungsi, fungsi pengawas, fungsi undang-undang, dan fungsi anggaran.

Di sini saya ingin menyumbang ide dan ingin menjawab pertanyaan beberapa teman FISIP yang mengkritik sistem demokrasi dan minimnya partisipasi politik di kampus kita.

Fungsi Pengawas
Kepengurusan BEM FISIP UAJY 2006 – 2008 (satu periode), HMPS Komunikasi 2006 – 2008 (dua periode), HMPS Sosiologi 2006 – 2008 (dua periode), jika ingin diteliti kembali sebenarnya masa itu ketiganya menerapkan sistem yang absolut.

Absolut dalam artian kepengurusan berjalan tanpa konstitusi yang mengatur dan mengikat (hanya Surat Keputusan (SK) dari Dekan atau prodi juga[?]), dan hanya mengandalkan AD/ART lawas yang jarang (atau tak pernah?) dilirik. 

Sebagai contoh, sering kali dalam mengadakan kegiatan apa pun beberapa pengurus BEM, HMPS ”tiba-tiba menghilang” dan tak jelas ke mana rimbanya. Lalu siapa yang berani menegur? Seharusnya memang tugas pengurus lain dalam organisasi tersebut yang memberi sanksi. Tapi, kenyataannya yang kerap terjadi adalah memaklumkan perilaku ”konco dewe”. Dan parahnya ini sudah jadi kebiasaan menular.  

Idealnya lembaga eksternal lain (BPM/Kongres Mahasiswa) bisa mengambil peran ini. Utamanya dalam mengawasi pengurus-pengurus BEM dan HMPS yang mangkir atau melakukan praktik penyelewengan dalam masa tugas. Dengan dijalankannya fungsi ini tentunya para pengurus organisasi induk tidak bisa main-main. Karena BEM dan HMPS bukan tempat orang-orang ”numpang mejeng” dan yang ingin dianggap ”keren”. Untuk pemberian punishment-nya BPM bisa membuat konsensus terlebih dahulu dengan pihak-pihak tersebut.
 
Fungsi Undang-Undang
Berkaitan dengan konsensus tadi, wewenang berikutnya BPM adalah membuat undang-undang atau peraturan. Tentu saja peraturan ini berkait tentang keorganisasian dan perihal kemahasiswaan.

Kenapa undang-undang atau peraturan itu perlu? Memang kesannya ingin terlihat formal, namun tak cuma alasan praksis itu. Alasan mendasarnya yaitu organisasi dan kepengurusannya selama ini berjalan ibarat ”orang buta berjalan tanpa tongkat”. Tak ada aturan jelas yang membimbing dan menjadi panduan. 

Bayangkan berapa waktu yang dihabiskan BEM saat ”memaksakan diri” untuk mengambil fungsi legislasi ini yang membuat peraturan semacam AD/ART, UU Kepanitiaan Inisiasi, atau UU Pemilwa beberapa waktu lalu. Tentu saja UU atau peraturan yang dihasilkan tidak mewakili mahasiswa FISIP dan (jujur saja) sarat kepentingan. (Saya, teman-teman BEM dan Komisi Pemilihan Mahasiswa [KPM] jadi sadar, membuat UU dan peraturan amat menguras otak, tenaga dan waktu. Apalagi personilnya hanya segelintir)

Dan, mengambil fungsi legislasi ini sebenarnya sudah merupakan kesalahan. Pencaplokan fungsi itu makin mengukuhkan BEM adalah organisasi yang absolut. 

Fungsi Anggaran
Tugas ini berkaitan dengan permasalahan yang selama ini ada tapi tak pernah digubris. Ya, hanya merupakan gremengan di belakang. Hanya bisik-bisik tetangga. 

Banyak pertanyaan-pertanyaan dilontarkan teman-teman FISIP (khususnya UKM), sebenarnya anggaran organisasi kemahasiswaan selama satu periode/ satu tahun itu berapa?Meski plot dana sudah dihapus bukankah organisasi kemahasiswaan berhak tahu informasi dan transparansi soal itu?

Nah, kebanyakan organisasi hanya mengatur keuangan internalnya. Tapi belum ada organisasi kemahasiswaan yang mendata semua rancangan, baik rencana maupun laporan anggaran UKM, BEM, HMPS, dan kegiatan kemahasiswaan personal non-organisasi (seperti dana penelitian mahasiswa, dll). Langkah ini bisa menjadi tandingan/ perbandingan bagi fakultas yang ”tertutup” kalau bicara masalah dana.

Kelebihan menjalankan fungsi ini yaitu publik (mahasiswa FISIP dan khususnya teman-teman keorganisasian) mendapatkan kejelasan dan transparansi total dana dan anggaran dalam satu periode. Posisi BPM di sini seperti akuntan bagi masyarakat FISIP. Ini juga sebagai tindakan preventif terhadap kemungkinan-kemungkinan terjadinya praktik penyelewengan, seperti pengalihan dana, mark-up, dan korupsi.

bersambung...

Senin, 13 Oktober 2008

Sebelum Hilang dari Ingatan... (1)

Tulisan ini bisa jadi semacam "Laporan Pertanggungjawaban" saya selama menjabat sebagai Wakil Presiden di Badan Eksekutif Mahasiswa Periode 2006 – 2008. Tapi lebih dari itu, usaha untuk mendokumentasikan –entah itu acara diskusi, rapat, debat, sarasehan, kegiatan mahasiswa, dll- demi menghindari keterputusan "sejarah" jadi alasan utama saya. Karena banyak sekali –di FISIP ini- dokumen kegiatan kemahasiswaan terdahulu, hilang dan tidak jelas rimbanya.

Oleh Hendy Adhitya

Saya ucapkan selamat kepada Yudhistira Perdana (Ilmu Komunikasi angkatan 2006) dan Vidi Istanto (Ilmu Komunikasi angkatan 2007) sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden BEM FISIP UAJY periode 2008 -2009. Dan saya ucapkan selamat pula kepada anggota kabinet terpilih Ocha, Ceciel, Adit, dan Shashi.

Tak lupa saya ucapkan terima kasih kepada semua warga FISIP UAJY yang telah berpartisipasi nyoblos dalam pemilihan umum mahasiswa 17-18 September 2008 lalu. Jumlah kenaikan suara sekitar 110 % dibandingkan jumlah suara pada pemilihan dua tahun lalu telah membuktikan animo dan partisipasi warga FISIP di bidang politik mulai muncul kembali. Meski Pemilwa kemarin masih belum bisa terbilang mewakili lebih dari 50% keseluruhan jumlah warga FISIP.

Maka, di sinilah tugas kepengurusan BEM berikutnya untuk bisa menjaga dan meningkatkan atmosfer politik, khususnya bagi kawan-kawan mahasiswa FISIP non-BEM.

Tugas Pertama

Sama seperti kepengurusan terdahulu, kepengurusan saat ini mengangkat "problem Ruang Kemahasiswaan (RK)" sebagai tugas pertamanya. Bedanya kepengurusan terdahulu mencoba memanfaatkan ruang kosong milik Fakultas Teknik, untuk dijadikan RK FISIP UAJY. Sedangkan kepengurusan yang sekarang bertugas untuk memaksimalkan fungsi dan penggunaan RK FISIP UAJY di basement Gedung Don Bosco.

Memang perkara RK sebagai tempat aktualisasi diri mahasiswa seolah tidak pernah selesai. Mulai dari masalah kebersihan, pembagian ruang HMPS dan UKM sampai kepada pihak fakultas yang rajin memberi warning kepada kawan-kawan mahasiswa "penghuni" RK (termasuk saya).

Akhirnya, bagi kebanyakan kawan-kawan, membahas problem RK sama dengan "memakan kembali nasi basi".

Tapi bukan berarti persoalan ini diabaikan begitu saja. Hal-hal urgen seperti masalah kebersihan, pembagian ruang dan tata aturan penggunaan RK perlu dibuat. Dahulu, kepengurusan saya, memang sudah dibuat kesepakatan "tak tertulis" namun akhirnya mandek. Karena tidak semua ingatan dan konsistensi seseorang dalam bersikap, bisa tahan lama. Padahal awalnya semua pihak menyatakan kepatuhan.

BEM terdahulu juga tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Karena BEM tidak menjalankan fungsi pembuat undang-undang atau pembuat peraturan di ranah kemahasiswaan. Lebih tepatnya itu merupakan tugas badan legislatif dan bukannya eksekutif. Memang statement saya ini terkesan apologi atau mencari maunya sendiri, tapi kenyataan terdahulu berbicara seperti itu.

Kepengurusan BEM terdahulu sempat "mencoba" menjalankan fungsi pembuat peraturan (legislasi), tapi dalam prosesnya sangat menyita waktu cukup lama (contohnya saat pembuatan AD/ART BEM, UU Kepanitiaan Inisiasi, dan UU Pemilwa). Akibatnya beberapa agenda kegiatan BEM terpaksa dibatalkan. Hal ini juga disebabkan BEM terdahulu sempat vakum dan ketiadaan blue print yang diwariskan kepada kepengurusan BEM 2006 -2008.

Kembali lagi ke urusan RK, perlunya sebuah peraturan tertulis yang disepakati oleh badan-badan kemahasiswaan (HMPS, BEM, UKM dan KP), mahasiswa "penghuni" RK, pihak dekanat dan pihak terkait lainnya. Intinya ada pada inisiatif dan kemauan berdialog.

Namun bukan berarti dengan dibuatnya peraturan tertulis segala bentuk pelanggaran tidak akan terjadi. Langkah ini bisa dicoba sebagai tindakan preventif dan setidaknya dapat meminimalkan penyalahgunaan RK.

Masalah UKM

BEM adalah spesialis penanda tangan proposal lewat. BEM hanya dibutuhkan saat proposal UKM masuk, selebihnya tidak.

Pada kepengurusan Jimmy dan saya, BEM hanya berperan di "kulit luar" masalah-masalah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM). Khususnya untuk penandatanganan proposal kegiatan. Saya sempat mengalami kesulitan bagaimana mengatur dan "menambah" peran BEM bagi kawan-kawan UKM. Karena UKM, secara struktural berada di bawah naungan BEM.

Label "tukang penanda tangan" proposal UKM ini harus dihilangkan. Jujur saja, selama kepengurusan BEM 2006-2008, usaha untuk ikut "turun ke bawah" membantu kawan-kawan UKM sudah dicoba. Tapi, lagi-lagi, tidak bisa intens. Dahulu pertemuan setiap bulan sudah dilaksanakan dan hanya bertahan 2 – 3 bulan.

Saat ini jumlah UKM FISIP UAJY ada tujuh. Beberapa UKM sudah melakukan regenerasi kepengurusan (FJK, Mustika Maya, Mrican Pos, PS I Lov U, Kine Klub). Sementara UKM Basket dan Jalur Pitu masih berkutat dalam ketidakpastian kepengurusan dan regenerasi. Ini menjadi pekerjaan rumah untuk kepengurusan BEM baru.

Selain itu, perlu dilihat kembali masalah birokrasi yang saya nilai terlalu bertele-tele dalam perjalanan proposal kegiatan. Setidaknya proposal UKM harus melalui dua pintu, Presiden BEM dan Wakil Dekan I (atau Pejabat Kemahasiswaan?). Tapi apa yang terjadi apabila salah satunya, atau keduanya berhalangan hadir pada suatu kesempatan? Bisakah kuasa terhadap tanda tangan dialihkan kepada orang lain? Lalu, permasalahan lainnya, tidakkah "pintu" Wadek I dihapuskan saja mengingat kepercayaan menangani proposal UKM sudah diberikan Wadek I sepenuhnya kepada BEM? Ini yang masih belum jelas.

Masalah UKM (saya kira ini masalah semua organisasi kemahasiswaan di FISIP) yang lain dan tak kalah pentingnya adalah mengenai kejelasan anggaran. BEM kepengurusan 2006-2008 sama sekali tidak menggarap fungsi anggaran.

Fungsi anggaran ini penting sebagai langkah untuk memberikan kejelasan dana dan anggaran yang didapat tiap-tiap UKM dan BEM selama satu tahun oleh fakultas. Karena yang terjadi selama ini adalah ketidakjelasan turunnya dana suatu kegiatan, ketidakjelasan jumlah total dana fakultas kepada UKM dan BEM serta tidak pernah adanya transparansi dana. Ketertutupan dan minimnya informasi soal kejelasan dana UKM dan BEM bukan tidak mungkin akan menyuburkan praktik korupsi di tingkat perguruan tinggi.

Pertanyaannya adalah (ini ditujukan kepada pihak fakultas), berapa total dana yang diperoleh UKM dan BEM setiap tahunnya? Apakah tetap, meningkat, atau malah berkurang setiap tahunnya? Lalu, mengapa tidak ada transparansi dana untuk kegiatan kemahasiswaan? Tanya juga, berapa besar dana lain, seperti dana penelitian, dana investasi (kalau ada), dana pengadaan fasilitas, dana gaji dan dana menyekolahkan dosen dan dana-dana lainnya?

Tapi yang terpenting adalah mempertanyakan kembali dana UKM dan BEM. Karena sangat ironis kenyataannya sampai saat ini manajemen keuangan UKM dan BEM adalah nol (0). Bahkan defisit. Organisasi kemahasiswaan di FISIP sama sekali tidak punya tabungan.

Nah, fungsi anggaran ini harus ada yang menggarap. Saya menyarankan lembaga yang menggarap ini adalah lembaga tersendiri dan khusus di luar BEM. Mungkin semacam badan legislatif.

bersambung...


Selasa, 02 September 2008

Di Klandestin: Mereka yang Dilumpuhkan

“Mas Andreas inget saya cuman penguji dua,” ujarnya menirukan kalimat salah satu dosen. Statement awal pada pertemuan di sebuah kantin itu menjadi menarik buat saya. Tak menyangka pernyataan pembuka tersebut justru menggiring saya ke dalam teka-teki besar ala roman detektif: kasus kelas percepatan/remidial merugikan beberapa mahasiswa angkatan 1991-2002 FISIP UAJY.

Oleh Hendy Adhitya

Mulanya saya tak berminat. Karena hari itu saya harus ke perpustakaan untuk suatu urusan. Tapi begitu Motorola C117 dalam saku jins bergetar, ternyata ada pesan masuk.

“Waduh, gak jadi ke perpus nih,” kata saya dalam hati. Sejurus kemudian saya sudah berada di tempat yang dimaksud oleh si pengirim SMS.

“Ada apa bos?” Sapaku sembari menepuk bahunya. Kami memang sudah kenal lama.

Kutarik bangku putih di seberang meja tempat dia duduk. Lalu ku duduk.

Sudah lama tidak mendatangi tempat ini, kataku dalam batin sambil melihat sekeliling. Setahuku dahulu di sini begitu ramai didatangi mahasiswa-mahasiswa FISIP yang perut kosongnya minta diisi si Cici’(Anak-anak FISIP biasa memanggilnya dengan sebutan itu). Namun semenjak proyek pembangunan di sebelah tempat ini berlangsung (katanya sich gedung perpustakaan pusat UAJY) kantin ini jadi tak seramai biasanya.

Akses yang ditutup itulah penyebabnya. Dahulu sebelum proyek dimulai, aksesnya adalah Kampus FISIP – Parkiran – Kantin. Tapi sekarang menjadi Kampus FISIP – Proyek – Kantin. Artinya, tempat parkir “dikorbankan” untuk dijadikan proyek pembangunan perpus. Dan itu juga artinya, proyek itu menutup akses mahasiswa ke kantin. Kalaupun ada, kami harus memutar melalui jalan luar. “Dasar, mematikan rejeki orang lain,” pikirku. Hei, kok jadi ngomongin yang lain?

Sebatang rokok Gudang Garam ia hisap dalam-dalam. Menggodaku untuk ikut merokok. Kepulan asap yang dihembuskan hidungnya membentuk jalinan gas putih semrawut di depan mukaku. Seolah ingin memberitahu dirinya tengah dilanda suatu problem yang sangat.

*************************

Belum jam 10. Setengah mengantuk. Pagi itu saya sudah berada di depan meja fotokopian Caritas. Lokasinya tepat di depan proyek.

Ada perlu apa saya di sini?

Ngapain Hen loe di sini?

Ini kasus yang menarik.

Lho tapi khan kamu tidak berkaitan langsung.

Diam! Bagaimanapun ini adalah masalah dan ini harus mendapatkan semacam kejelasan!

“Tolong saya minta difotokopikan lembar yang...,” kemudian saya melihat tempelan tulisan tangan di sebelah kiri. Itu yang saya cari.

“Berapa kali?” Kata petugas berseragam kuning itu.

“Satu kali aja, pak”

Dengan sigap petugas itu langsung menggarap permintaanku. Sinar X warna kuning mesin fotokopi memancar keluar melalui sisi-sisi kertas “bermasalah” pesananku itu.

Saya jadi ingat sesuatu soal tempat fotokopian ini. Caritas, koperasi milik pegawai UAJY itu (juga di fakultas lain) dengar-dengar dianggap mendiskreditkan Koperasi Mahasiswa (KopMa). Karena peluang usaha untuk mahasiswa sengaja dipersulit, terutama masalah perijinan pembangunan unit (Saat ini Kopma cuma ada di Kampus Tiga, sementara Caritas? Wow, di tiap fakultas ada). Buset! Katanya di sini kami bisa mengembangkan potensi diri. Tapi, kok malah bersaing dengan pegawai UAJY sendiri? Hahaha, kalau ini tanya saja kebenarannya di teman-teman KopMa di Pusgiwa.

“Lima ratus rupiah, mas”

Saya terbangun dari lamunan.

Dokumen empat lembar itu kudapat sudah. “Mereka yang dilumpuhkan” –begitu aku menyebutnya- menamainya draft. Betapa kertas empat lembar beserta tulisan-tulisan yang tersurat di dalamnya itu mampu membuat geger beberapa teman-teman angkatan 1991-2002. Ya, saya bertemu mereka di ruang klandestin tempo hari. Tiga hari silam.

************************

Saya tunggu mereka di ruangan itu. Well, beberapa bulan lalu ruangan ini ada karena hasil perjuangan kami terhadap fakultas dan universitas. Kami “digusur” sebagai konsekuensi tempat terdahulu berada di lokasi perencanaan pembangunan perpus.

Entah mengapa saya lebih suka menyebut (diam-diam) ruangan ini sebagai klandestin. Seakan kembali ke zaman pra-kemerdekaan dahulu. Soul-nya mungkin ya? Hahaha.

Seperempat jam kemudian, satu, dua, tiga... ada delapan orang terlihat memasuki ruangan ini. Saya menyapanya. Salah satu di antaranya adalah lelaki yang pernah saya temui di kantin beberapa hari lalu. Dan seorang lainnya adalah “orang itu”.

Setelah bersalaman dan memperkenalkan diri, semua duduk. Termasuk saya. Di sana saya sama sekali blank. Kosong pikiran. Mau apa orang-orang ini? Di sini mungkin saya bisa mendengarkan sebuah persoalan, mungkin juga tidak. Di sini mungkin saya bisa mendapatkan sebuah kasus, mungkin juga tidak. Saya cuma notulis di sini.

Tanpa membuang waktu lagi Bang Be membuka pertemuan itu.

Tape recorder itu disetel ke posisi on dan rec.

**************************

Nama aslinya, Andreas. Teman-temannya biasa memanggil Andre Batok. Atau Bang Be. Dia angkatan 1996. Sebetulnya dia sudah lulus beberapa hari lalu. Bang Be ikut program percepatan alias remidial.

“Saya kembalikan tape recordermu,” katanya memulai percakapan sambil terus merokok.

“Sudah selesai to?” Kataku menanggapi.

Dalam hati aku ingin sekali meminta rokoknya. Bungkus rokoknya masih penuh.

Ga’, gagal kok

“Hah?Apanya yang gagal?”

“Yang bersangkutan tidak mau diwawancarai dan dimintai keterangannya”

“Siapa?”

“Dosen”

Lebih jauh ia bercerita bahwa dirinya merasa “dirugikan”. Karena selain nilai ujian skripsinya C, ia tidak mendapat alasan yang memuaskan di balik nilai itu dari dua dosen pengujinya.

Kedua alis lebatnya hampir menyatu. Garis-garis di antara dua alisnya makin banyak. Wajahnya serius. Di kantin itu meski banyak orang, hanya dia yang ada seorang menurutku. Fokus saya terpusat pada Bang Be.

Statement awal si dosen jadi penarik minatku. Ini yang kemudian membuatku tertarik mengutak-atik teka-teki ini.

“Ini teorimu tidak kompehensif,” ucapnya menirukan si dosen.

“Padahal di kelas percepatan tidak ada itu namanya kerangka teori!”

Saya tidak mengerti saat itu. Apa yang coba ia katakan. Tetapi sepertinya memang sesuatu yang gawat.

Pertemuan awal di kantin itu adalah usaha pertama saya untuk menjadi tahu bahwa program kelas percepatan ini memang bermasalah.

“Hen, saya bisa minta tempat untuk pertemuan teman-teman 1991-2002 ?”

Tiba-tiba ia bertanya begitu. Dan tak ada alasan bagiku untuk menggeleng.

******************************

Tape Recorder. Side A. On

Tempat: Klandestin

Tanggal: 29 Agustus 2008

Jam: 15.30 wib

Bang Be: (start) ...ketika itu merupakan kelas percepatan ada yang namanya...juklak atau petunjuk pelaksanaan seperti yang saya baca di rujukan yang tertulis baik di empat lembar halaman yang itu diedarkan oleh pihak kampus terutama FISIP Atma Jaya Jogja.

Saya baca di situ bahwa yang namanya skripsi dengan kelas percepatan adalah menghilangkan esensial kerangka teori dan deskripsi. Atau bab dua di aturan skripsi reguler. Setelah saya tanya kanan-kiri, apakah menjadi sangat lazim ketika pembahasan karya tulis ilmiah sekelas skripsi harus menanggalkan yang namanya konsep teori atau kerangka teori berikut dengan deskripsi lapangan? Saya sempat mencoba minta tolong teman di Jakarta cuma belum bisa optimal ketemunya.

Saya lulus dengan nilai C. Pertanyaannya bukan saya mendapat nilai C. Tetapi bagaimana saya bisa dapat C? Itu saya pikir hak prerogatif saya sebagai mahasiswa untuk punya hak tanya. Ketika tanya pasti punya basic. Basic argumentatif secara akademis. Kenapa ini yang dipersoalkan, dan banyak hal yang dipertanyakan dalam sebuah konsep reguler. Ketika saya tanya dengan dosen penguji saya, dibilang bahwa banyak item-item penting yang sifatnya mengarah ke postulat teori. Padahal kita mengerti bahwa di kelas percepatan, kita tidak menyertakan kerangka teori. Berikut dengan deskripsi lapangan.

Kebetulan saya ngomong semiotik, aku ngomong budaya Jogja. Ketika aku ikut struktural (peraturan kelas percepatan –pen) itu bab dua yang esensialnya dihilangkan, deskripsi tentang Jogja dari A sampai Z. Dari sejarah sampai perkembangan terbaru waktu saya bikin itu. Tidak bisa saya masukkan karena tidak bisa terdeskripsi. Meskipun di situ di aturan main juga disebutkan ada deskripsi sederhana. Cuma sederhana yang seperti apa? Tidak dijelaskna lebih lanjut. Tapi esensialnya apakah sesederhana itu? Juga termasuk ketika memaparkan atau menguraikan tentang budaya Jogja atau apapun tentang kejadian Jogja. Dari lahirnya, berdirinya atau hingga kini. Saya pikir ketika menguraikan itu bukan lagi menjadi deskripsi sederhana. Tapi detil, deskripsinya.

Kebetulan komparasinya adalah dari sebuah nilai tayangnya. Ketika tayangan ini dipertanyakan (oleh dosen penguji –pen), “mana identitasnya?” Saya bilang tidak mampu, bukan saya tidak mampu secara pribadi. Tapi karena saya tidak mampu menghadirkan itu. Karena deskripsinya tidak ada. Nah, intinya apakah teman-teman yang melakukan percepatan mampu menjadi seperti yang diharapkan? Bahwa memang seperti inikah yang seharusnya?

Ketika saya pertanyakan dengan dosen, dan akhirnya ada yang bilang bahwa,”Mas Andreas saya cuman dosen penguji dua lho,” saya kira itu tidak relevan. Ketika seorang bergelar S2 atau lebih, jawabannya cuma, “mas Andreas inget saya cuman penguji dua.” Apakah menurut teman-teman itu tidak menjadi sesuatu yang “elegan”? Ketika kita ngomong bahwa ini permasalahannya akademis. Dengan dosen penguji satunya lagi, dia bilang bahwa, “ini teorimu tidak komprehensif atau terlalu parsial.” Nah, saya sempat menyanggah bahwa di percepatan tidak termasuk pencantuman kerangka teori. Ketika yang disanggah hal itu, kemudian teori mana yang dimaksud? Dan jawabannya (dosen penguji –pen) hanya bilang bahwa, “ya apa pun lah yang bisa disebut teori, kerangka konsep atau apa pun, punyamu ini tidak komprehensif.”

Apakah itu masih cukup logis, ketika saya mendengar reasoning able dari seorang dosen penguji yang notabene rata-rata S2? Selain ini juga mempertanyakan ulang, apakah format ini ditujukan kepada teman-teman agar punya kesempatan dipermudah dalam penyelesaian skripsi atau “dibuang”?...(end)

Tape Recorder. Side A. Off

******************************

Yang lain kemudian angkat bicara juga. Umumnya mereka merasa dirugikan oleh kebijakan ini. Seperti keluhan yang disampaikan oleh seorang kawan angkatan 1998, yang sempat berganti (baca: ditolak) judul skripsi hingga empat kali oleh dosen. “Sampai saya malas sendiri,” ujarnya.

Atau pengaduan seorang kawan angkatan 2001, yang terpaksa berlama-lama skripsi karena dua dosen pembimbingnya meninggal.

Ada lagi yang aneh bin ajaib. Ada dosen yang tidak setuju dengan konsep percepatan ini (yah, saya tidak perlu sebut nama di sini). Dan ini menyebabkan si mahasiswa yang semestinya dibimbingnya justru jadi korban. Nasibnya malah tidak jelas.

Ada pula kasus dosen pembimbing beda paradigma. Yang satu ke “kiri” yang satu lagi ke “kanan”. Wah kasihan amat yang jadi mahasiswanya tuh!

Yang terakhir ada kasus mahasiswa mengerjakan skripsi dengan metode kuantitatif namun pada akhirnya ia disuruh mengganti metode lain yaitu kualitatif. Hasilnya? Mahasiswa ini cuma mendapat nilai C.

Wow, betapa mahasiswa telah menjadi sapi perah!

“Orang itu” kemudian yang memimpin rapat. Badannya yang tirus tidak seperti semangatnya yang besar membakar kami. Di klandestin ini, ia berkali-kali meninju tanah, seraya menyumpah dan menggertak-mengingatkan kami yang belum sadar ini.

Dengan spidol merah dan hitam di tangan, ia gambarkan sebuah bagan di papan tulis putih itu. Sebuah bagan yang menurut saya, merupakan pengaturan terhadap sebuah problem.

Ia menjelaskan hubungan antara kenyataan (kelas percepatan/remidial -pen) dan harapan yang tidak sesuai. Untuk mengatasi itu diperlukan sebuah tindakan.

Harapan di sini mungkin bukan tuntutan, tapi lebih kepada keadaan untuk memperjelas sesuatu yang belum jelas. Dan inilah harapan itu;

-Ada kejelasan waktu (bagi mahasiswa peserta kuliah reguler/non-remidial)

-Setelah skripsi tiga tahun tiada hasil, jika ikut remidial maksimal nilai B

-Transparansi dan pemberitahuan kriteria penilaian

-Kejelasan hak dan kewajiban dosen dan mahasiswa berkait dengan kebijakan ini.

Setelah semua menyepakati, maka tindakan yang dilakukan selanjutnya adalah menyebarkan isu ini ke milis. Langkah dan pertemuan selanjutnya tergantung dari penyebaran isu dan tanggapan atas tulisan ini.

“Mereka yang dilumpuhkan” berusaha mencari kejelasan hak dan keadilan...


nb: -Dokumen empat lembar atau draft ini bisa teman-teman download di sini. Semoga dapat membantu. Selamat mengkritisi.

-Kami mengharapkan adanya respon terhadap tulisan ini, terutama dari teman-teman angkatan 1991-2002 yang mengikuti kelas percepatan/remidial atau kelas “pengusiran” ini.

Senin, 21 Juli 2008

Kurusetra di Ruang Sidang Teknik

Akhirnya setelah berdebat sengit, pertemuan bipartit (perwakilan mahasiswa-perwakilan pejabat kampus UAJY) tentang inisiasi universitas 2008 menghasilkan win-win solution. Ini jadi bukti untuk kesekian kali kekuatan barisan mahasiswa UAJY menunjukkan tajinya.

Oleh Hendy Adhitya

Hari ini (Senin, 21 Juli 2008) mungkin menjadi hari yang memerdekakan buat kami, Kepanitiaan Inisiasi FISIP UAJY 2008. Ruang Sidang Teknik di Kampus Dua jadi "Padang Kurusetra". Di sana, di hadapan bapak dan ibu pejabat kampus, telah kami buktikan bahwa mahasiswa sebagai sivitas akademika UAJY juga punya andil dalam setiap pengambilan/perubahan keputusan kebijakan universitas.

Seperti yang telah saya tuliskan dalam Di Bawah Senapan Universitas, betapa suara mahasiswa sama sekali tidak diperhitungkan dalam setiap urusan universitas, khususnya yang menyangkut dengan peraturan dan kebijakan.

Kami, sekali lagi bukan kumpulan manusia penuntut, tapi ini hak dasar kami sebagai stake holder! Apa lagi sebagai manusia yang punya hak untuk bersuara dan mengkritisi!

Baiknya mungkin saya ceritakan saja kronologis peristiwanya.

######################

Sekitar hampir 30-an orang beramai-ramai datang dan duduk menunggu di depan Ruang Sidang Teknik di Kampus Thomas Aquinas. Waktu itu jam menunjukkan pukul 1 siang kurang 10 menit.

Siang yang terik tak menyurutkan langkah kami untuk berbicara soal hak. Dalam konteks ini adalah permasalahan ketidakjelasan inisiasi universitas.

Beberapa korps berkemeja kuning datang menghampiri, menyapa kami dan membuka pintu "Padang Kurusetra". Pak Sugiyat namanya. Ia Kepala Bagian Urusan Kemahasiswaan dan Alumni di BAAK. Sementara yang satu lagi saya tidak tahu namanya.

Kemudian ia kembali ke luar ruangan dan menanyakan kepada kami yang bergerombol di depan.

"Ini perwakilan dari mana saja?"

Salah seorang teman menjawab,

"Dari FISIP, Ekonomi, Teknobiologi,"

Tapi waktu itu Pak Sugiyat sempat kaget karena perwakilan FISIP jumlahnya 20 orang.

"Lho saya khan cuma mengundang dua orang, ketua inisiasi dan wakil dekan fakultas,"

Membalas pertanyaan Pak Sugiyat, Ridho teman seperjuangan kami dari perwakilan FE menjawab,

“Memangnya permasalahannya apa pak?”

Yah, di sini saya kurang bisa mendengar percakapan lanjutannya, tapi sempat dijawab oleh Pak Sugiyat soal jatah “paket simpatik” (pada rapat ini dipersiapkan bagi peserta rapat dua kresek besar kotak makan lengkap dengan air minum ukuran gelas) dan kursi dalam ruang yang kemungkinan terbatas.

“Ah, kita ke sini bukan cari makan kok pak,” sindir teman-teman diiringi tawa keras.

“Kalau kursi di dalam kurang, kita bisa sambil lesehan kok, santai saja, kayak gak tahu mahasiswa saja,” celetuk salah seorang teman.

Setelah menunggu rada lama, dan sepertinya Pak Siswanto yang terhormat belum datang juga, wakil dekan 1 dan pejabat kemahasiswaan masing-masing fakultas satu per satu berdatangan menyapa kami dan memasuki ruang. Tidak lupa pintu ditutup dari dalam.

Kami semua menunggu di luar. Sementara apa yang tengah mereka “koordinasikan” di dalam ruang itu kami emoh tahu. Yang terpenting kami semua telah siap dengan amunisi argumen-argumen logis.

Akhirnya, aktor utama yang ditunggu tiba juga. Pak Siswanto, Pejabat Kemahasiswaan tingkat universitas itu berjalan mantap menuju arah kami dan menyapa kami sebelum akhirnya memasuki ruangan.

Untuk kedua kalinya Pak Sugiyat meminta hanya perwakilan mahasiswa per fakultas saja yang masuk. Itu pun hanya dijatah satu orang.

Acuh tak acuh menanggapi imbauannya, karena kami cukup kesal juga, akhirnya 30-an orang ini tetap memaksa memasuki “Padang Kurusetra”.

Semua duduk di kursi masing-masing
Keberanian hati menjadi teman kami...


Rapat dimulai.
#################
Pak Siswanto membuka pertemuan. Sembari membagikan lembar jadwal dan rundown acara Inisiasi Universitas 2008, ia berbicara dengan nada suaranya yang dalam, “Saya senang pertemuan ini diadakan, di sini kita mencoba bersama-sama membicarakan jalan keluar atas inisiasi universitas ini.

“Ada pertanyaan? Anda sudah melihat kertas yang sudah saya bagikan tadi?”

Teman-teman mahasiswa lalu sibuk melihat, mencermati tiap tulisan dalam lembaran yang diberi tadi.

Dari arah belakang, Thomas, salah satu perwakilan FISIP langsung bertanya,“Seberapa efektif diadakannya inisiasi universitas?”

Siswanto kemudian langsung menanggapinya dengan senyum lebarnya yang memperlihatkan barisan gigi-gigi gaeknya.

“Saya senang dengan pertanyaan ini,” katanya.

“Lalu solusimu apa?” tiba-tiba ia langsung balik bertanya.

Otomatis teman kami kaget pertanyaan ini malah harus dijawabnya.

“Ya, menurut saya ini tidak efektif karena jumlah mahasiswa non-eksakta mencapai 900-an orang, sedangkan pelaksanaannya hanya di dalam satu ruangan auditorium. Lalu bagaimana dengan penyampaian materinya? Mahasiswa Baru (MaBa) bisa kebosanan.”

Kemudian Pak Sugiyat yang menjawab,” Sesi (materi) Universitaria dan Keatmajayaan akan dibagi ke dalam empat bagian (kelompok) mahasiswa ke dalam empat ruangan kelas berbeda.”

Pertanyaan, tanggapan, kritik dan solusi kemudian terus bermunculan. Beberapa di sini saya ambil dialog yang menarik dan saya ingat.

Seorang teman bertanya, kalau tidak salah Ridho,
“Apa tujuan inisiasi universitas menurut mulut bapak sendiri?” ditantangnya Sang pejabat itu.

Merasa tertantang dengan Ridho, ia memberi jawab,” Memperkenalkan universitas secara keseluruhan yang tidak bisa dipegang di fakultas, seperti pengenalan UKM. Belum lagi sesi pengenalan universitas lebih efektif jika diadakan sekali. Kalian jadi tidak perlu memikirkan lagi untuk memasukkan pengenalan universitas.”

Lalu sempat disinggung pula soal mengapa inisiasi universitas harus mengambil waktu satu hari inisiasi fakultas?

Di sini kami Kepanitiaan Inisiasi FISIP UAJY 2008 telah mengkonsepkan inisiasi selama tiga hari. Apabila Inisiasi Universitas 2008 yang rencananya tanggal 11 Agustus 2008 bakal diadakan, otomatis inisiasi fakultas hanya berjalan dua hari, 12 dan 13 Agustus 2008.

Sebenarnya kami bisa saja menaruh inisiasi fakultas hari ketiga di tanggal 14 Agustus 2008. Namun tanggal itu auditorium digunakan inisiasi universitas untuk ilmu eksakta.


Pertanyaan ini kemudian langsung ditanggapi oleh wakil dekan (fakultas mana?),
“Saya kok jadi melihat kesannya kita mengambil hari mereka (mahasiswa) dalam inisiasi fakultas. Padahal khan sama saja. Tugas teman-teman menjadi lebih mudah, karena kami telah mengatur sesi perkenalan universitas. Contohnya saja tahun kemarin, inisiasi teman-teman eksakta buktinya saja bisa digabung dan tidak ada masalah.”

“Masalahnya adalah mengapa ide soal inisiasi universitas ini tidak mengikutsertakan mahasiswa dalam penggodokannya? Mengapa kita baru tahu soal inisiasi ini sudah sangat terlambat?” Ujar Duala perwakilan dari FISIP membalik pertanyaan tadi.

Ya, seperti yang sudah saya kemukakan dalam tulisan saya sebelum ini, Di Bawah Senapan Universitas. Inti permasalahan sebenarnya adalah pada pertemuan 21 Mei 2008 lalu. Pertemuan itu saya nilai tidak adil karena penggodokan ide dan pengambilan keputusan kebijakan pengadaan inisiasi universitas tidak melibatkan suara mahasiswa sama sekali.

Singkatnya: dari awal kesalahan sudah ada di pihak fakultas dan universitas.

Menanggapi ini, Diki, Ketua Kepanitiaan Inisiasi FISIP UAJY 2008 menentang keras, “Proyek coba-coba ini jangan dijalankan sekarang, dijalankan tahun depan saja. Karena saya juga melihat tidak ada koordinasi yang jelas.”

Suasana rapat semakin gayeng. Entah yang mana Pandawa dan Kurawa. Semua berkutat dengan versi rasionalitas kelompoknya masing-masing. Apalagi Pak Siswanto dan Pak Sugiyat sudah mengeluarkan sikap emosionalnya dalam menjawab. Mereka kalah karena sikap emosional, kita di atas angin.

Lalu bagaimana dengan fakultas lain? Selain FISIP dan FE yang bersama-sama menolak inisiasi universitas, FH, FT, dan Fakultas Teknobiologi menyatakan sikap sebaliknya. Mereka sepakat diadakannya inisiasi universitas dengan beberapa pertimbangan.

Saya perlu memberi sedikit catatan di sini. Mengapa kami (FISIP) begitu ngotot memperjuangkan inisiasi fakultas tiga hari? Pertama, konsep besar inisiasi FISIP UAJY 2008 (Inisiatif-Aktif-Aksi) telah didisain jauh sebelum pertemuan 21 Mei 2008 diadakan.

Kedua, karakteristik dan kuantitas mahasiswa ilmu eksakta dan non-eksakta amat jauh berbeda. Dalam artian begini. Jumlah mahasiswa pendaftar ilmu eksakta lebih sedikit dibandingkan mahasiswa non-eksakta. Jadi mereka tentu tidak merasa bermasalah apabila inisiasi digabung di tingkat universitas. Karena setelah inisiasi universitas peluang mereka “menyatu” lagi dalam satu kelas sangat besar.

Tentunya hal ini tidak bisa diterapkan pada fakultas ilmu non-eksakta yang notabene jumlah mahasiswa per angkatan di atas 200 orang. Karena dalam komunikasi kelompok semakin banyak orang peluang interaksi antarindividu semakin kecil. Akhirnya inisiasi universitas tidak akan berjalan efektif bila jadi diadakan. Bayangkan satu ruangan, 900 mahasiswa berkumpul! Meski ini nantinya masih dibagi empat kelompok besar ke dalam empat ruangan.

Ketiga, tidak ada pemberitahuan kepada panitia inisiasi dari pejabat universitas dan fakultas tentang pertemuan tanggal 21 Mei 2008. Keempat, kekhawatiran kami selaku panitia terhadap konsep acara inisiasi universitas yang tanpa koordinasi. Kelima, susunan acara inisiasi universitas yang sifatnya membosankan karena MaBa benar-benar pasif mendengarkan informasi universitas dari jam 7 pagi hingga pukul 4 sore.

###########
Berikutnya, permasalahan lain yang kemudian dibahas pada pertemuan itu adalah soal solusi pengalihan inisiasi universitas ilmu non-eksakta dipindah ke tanggal 8 Agustus 2008.

Awalnya sempat terjadi perdebatan sengit soal ini, khususnya dengan Pak Sugiyat. Teman-teman panitia inisiasi FISIP telah menginstruksikan sebagian calon MaBa yang mendaftar untuk datang menghadiri pembukaan inisiasi pada tanggal 8 Agustus 2008 esok.

Namun Pak Sugiyat mengatakan sebaliknya, pembukaan inisiasi dilaksanakan tanggal 9 Agustus 2008. Keputusan perubahan itu telah tertera dalam surat edaran yang dikeluarkan secara mendadak oleh BAAK.”Kami keluarkan saat MaBa herregistrasi,” katanya.

Nah, di sini yang fatal. Kami di Kepanitiaan Inisiasi FISIP UAJY 2008 sama sekali tidak diberi tahu soal perubahan jadwal pembukaan inisiasi dari 8 Agustus ke 9 Agustus 2008.

Bagaimanapun ini tetap kesalahan BAAK. Proses informasi dari universitas ke fakultas yang mandek, apalagi menyangkut perubahan peraturan/kebijakan bisa berakibat buruk. Berdasarkan kelemahan koordinasi Pak Sugiyat dan BAAK ini, akhirnya kami berhasil memperjuangkan tanggal 8 Agustus 2008 sebagai pembukaan serta acara inisiasi universitas ilmu non-eksakta di Auditorium Kampus Thomas Aquinas.

Dengan diloloskannya permintaan ini, serta-merta para pejabat kampus itu mengabulkan permohonan inisiasi fakultas selama tiga hari.

“Lalu bagaimana dengan masalah pemotongan dana 10 ribu rupiah?” Kata Diki.

“Tidak jadi dipotong,” jawab Pak Sugiyat tanpa bertele-tele.

Sontak teman-teman mahasiswa jadi riuh (FISIP khususnya). Kami memenangkan pertarungan ini. Gemuruh tepuk tangan memenuhi langit-langit ruangan itu. Suara tawa kemenangan terus bersahut-sahutan tiada henti. Semua mahasiswa saat itu mungkin merasa,”inilah tugas mahasiswa sebenarnya, menggugat dan mengkritisi dalam kapasitasnya.”

Perjuangan kami tentu belum berhenti sampai di sini. Jangan sampai larut pada kemenangan sementara ini. Karena Kurusetra selanjutnya telah menunggu kami 20 hari lagi. Yaitu saat inisiasi. Bukan tak mungkin selama perjalanan sisa ini kami menemui rintangan kembali. Sekali lagi hasil akhir bergantung kepada kekuatan barisan mahasiswa itu sendiri.

Kesimpulan: 8 Agustus 2008 - Pembukaan Inisiasi dan Inisiasi Universitas Non-Eksakta
(FISIP, FE, FH [?])
9 Agustus 2008 - Briefing inisiasi di fakultas masing-masing
11, 12, 13 Agustus 2008 - Inisiasi FISIP, FE, FH

Rabu, 16 Juli 2008

Di Bawah Senapan Universitas

Kurang dari empat minggu lagi, Inisiasi FISIP UAJY 2008 bakal digelar. Panitia penyelenggara inisiasi FISIP UAJY yang berjumlah 86 orang –termasuk Steering Committe- telah dibentuk. Tapi perjalanan menuju inisiasi ini bukan tanpa halangan.

Oleh Hendy Adhitya

Saya jadi ingin berkisah. Setahun lalu saya juga mengalami hal yang mirip. Waktu itu saya menjabat posisi Ketua Kepanitiaan Inisiasi FISIP UAJY 2007. Halangan-halangan selama perjalanan inisiasi selalu ada dan terjadi. Tapi anehnya, halangan itu timbul dari masalah yang tak kami perbuat.

Tentunya masalah muncul bukan dari internal kepanitiaan melainkan dari eksternal non-kepanitiaan yang ironisnya justru pihak universitas sendiri dalangnya.

Contoh, kalender akademik UAJY tahun lalu –sengaja membuat- bentrok jadwal inisiasi FISIP UAJY dengan jadwal pengisian Kartu Rencana Studi (KRS). Pada akhirnya masalah ini merembet ke hal-hal seperti; parkiran motor meluber karena daya tampung parkiran FISIP baru di belakang Ruang Kemahasiswaan (RK) sangat terbatas, lalu lintas parkir FISIP kacau-balau, dan akhirnya mengganggu kenyamanan seluruh sivitas akademika.

(Lokasi inisiasi saat itu berada di parkiran FT sebelah kampus FISIP UAJY. Kami –terpaksa- menggunakan tempat itu dengan alasan sederhana: FISIP tidak memiliki tempat yang mampu mengakomodasi ratusan mahasiswa baru saat inisiasi seperti FT, FE dan FH yang mempunyai auditorium sendiri. FISIP itu kaya pemasukannya tapi miskin fasilitas!)

Selain itu, masalah pengadaan dana inisiasi. Kami, di kepanitiaan inisiasi 2007 sama sekali tidak mengetahui dan tidak diberi tahu bahwa setiap mahasiswa baru/ kepala diwajibkan membayar 60 ribu rupiah (oleh fakultas atau universitas?) untuk keikutsertaannya di inisiasi.

Belum lagi dana inisiasi yang turun sesuai dengan jumlah mahasiswa yang masuk. Jadi, apabila ada 260 mahasiswa yang mendaftar inisiasi maka dana yang turun; 260 anak x 60.000 rupiah/kepala = Rp 15.600.000,00

Kami baru mengetahui itu dari Wadek 2 FISIP setelah pengajuan proposal dana diajukan beberapa hari sebelumnya. Padahal dana yang tertera pada proposal hanya rancangan dana kira-kira. Jelas kami cemas saat itu. Karena baik fakultas dan unversitas tidak akan menambah-mengganti jikalau ada kekurangan dana.

Satu hal yang masih saya pertanyakan hingga saat ini. Dari mana angka 60 ribu rupiah per kepala itu didapati dan disepakati? Otoritas siapa ini?

Sebelum terlalu jauh, maksud tulisan saya ini bukan ingin mengungkit-ungkit, mencari-cari borok masa lewat. Tulisan ini lebih ingin membuktikan bahwa universitas telah berlaku semena-mena dan sepihak membuat keputusan!! Mahasiswa tidak punya hak dilibatkan membuat kebijakan! Mahasiswa UAJY dianggapnya cuma kerbau manut!

Dulu dan Sekarang Sama Saja

Setahun berlalu. Saat ini saya tergabung lagi dalam Kepanitiaan Inisiasi FISIP UAJY 2008. Tapi kali ini sebagai Steering Committe (SC).

Saya berharap inisiasi ini merupakan event terakhir kali saya terlibat dalam kegiatan di kampus. Saya berharap kesulitan-kesulitan, halangan-halangan yang sifatnya eksternal (baca: universitas) tidak mengganggu lagi.

Tapi impian saya jauh panggang dari api. Halangan-halangan eksternal ini muncul kembali dalam bentuknya yang lebih merusak.

Mei 2008 lalu, pihak rektorat, wakil dekan 1 dan pejabat kemahasiswaan di fakultas masing-masing, mengadakan pertemuan. Pertemuan itu membicarakan perihal penyelenggaraan acara INISIASI UNIVERSITAS. Pertemuan itu menghasilkan keputusan inisiasi universitas disepakati akan diadakan pada 11 Agustus 2008. Berarti perhelatan ini mau tak mau akan memangkas (baca: mengorbankan) waktu satu hari inisiasi di tiap fakultas. Singkatnya, tahun ini pertama kalinya inisiasi fakultas dibatasi hanya dua hari.

Parahnya lagi, informasi ini tidak sesegera mungkin disampaikan ke telinga teman-teman di kelembagaan mahasiswa masing-masing fakultas saat itu. Mengingat kepanitiaan inisiasi tiap fakultas baru terbentuk pada sekitar periode Juni-Juli.

Apakah Anda merasa ada yang janggal di sini? Aneh bukan, kesepakatan dan keputusan diambil oleh mereka yang jarang atau bahkan tidak terlibat sama sekali dalam kegiatan kemahasiswaan tingkat fakultas? Bukankah ini sama saja dengan menyuruh seseorang mengaku bertanggung jawab padahal ia sendiri bukan pelaku perbuatan?

Di luar permasalahan itu, Inisiasi universitas ini sebenarnya bertujuan baik yaitu menghilangkan sekat-sekat antarfakultas di UAJY. Sementara teknis pelaksanaan dibagi berdasarkan jenis ilmu. Eksakta dan Non-Eksakta. Kemudian tempat penyelenggaraannya dilaksanakan di Auditorium Kampus Dua.

Sebenarnya saya tidak mempermasalahkan keberadaan inisiasi universitas. Tapi sekali lagi saya bertanya:
DI MANA POSISI MAHASISWA DALAM PENENTUAN KEBIJAKAN UNIVERSITAS (Baca: INISIASI UNIVERSITAS)?

MENGAPA MAHASISWA TIDAK PERNAH DILIBATKAN DALAM PENENTUAN KEBIJAKAN UNIVERSITAS (Baca: INISIASI UNIVERSITAS)?

Kalau niat baik untuk menghilangkan sekat-sekat antarfakultas menjadi tujuan, itu akhirnya menjadi runtuh karena ternyata pihak universitas (baca: para peserta pertemuan itu) sendiri malah menciptakan sekat-sekat semakin kokoh dan eksklusif terhadap mahasiswanya. Khususnya kepada mahasiswa yang tergabung dalam kepanitiaan inisiasi fakultas.

Katanya serviens in lumine veritatis, melayani dalam cahaya kebenaran. Tapi mereka sendiri telah mempraktekkan KEBATILAN, KEBUSUKAN dengan meniadakan hak mehasiswa untuk ikut serta berpendapat. Mahasiswa di sini stake holder juga bung ! Tidak adanya mahasiswa, UAJY tidak akan semegah sekarang! Ingat itu!

Saya mengetahui info ini, setelah saya dan Jimmy (SC juga) -sengaja- diputar-putar pihak universitas dan fakultas sendiri. Yah, inilah birokrasi. Coba saja lihat, dari fakultas kami berdua dilempar ke BAAK. Kemudian dilempar lagi untuk kemudian disuruh bertemu pejabat kemahasiswaan tingkat universitas, Siswanto. Setelah pertemuan dan pembicaraan yang menggantung itu (karena ternyata Pak Siswanto sendiri tidak mengetahui apa-apa?! Lelucon macam apalagi ini padahal dia pejabat kemahasiswaan?!) kami disuruh kembali mencari info lagi kembali di fakultas dengan wadek 1 dan pejabat kemahasiswaan.

Hingga kini kami belum mendapat jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini (setelah mencari beberapa nara sumber):

SIAPA YANG BERTANGGUNG JAWAB ATAS INISIASI UNIVERSITAS?

BAGAIMANA KOORDINASI DENGAN MASING-MASING FAKULTAS? MENGINGAT JUMLAH MAHASISWA BARU UNTUK JENIS ILMU NON-EKSAKTA (FH, FISIP, FE) SAJA BERJUMLAH 900 MAHASISWA.

APAKAH EFEKTIF INISIASI UNIVERSITAS DI AUDITORIUM DENGAN JUMLAH PESERTA SEBEGITU BANYAKNYA?

Parahnya, pejabat-pejabat yang kami temui itu mengaku tidak tahu menahu soal ini dan saling melempar tanggung jawab satu sama lain (Baca: cari aman). Ini yang aneh memutuskan sepakat tapi tidak tahu apa yang selanjutnya harus dilakukan.

Yah hingga saat ini kami kepanitiaan inisiasi FISIP bersama FE UAJY masih ingin terus memperjuangkan inisiasi fakultas tiga hari. Dengan konsep dan rundown yang telah kami bentuk. Daripada menunggu ketidakjelasan inisiasi universitas terlalu berlarut-larut.